Selasa, 18 Maret 2014

MENGAPA ORANG (SUKA) NAIK GUNUNG



"Now I see the secret 
of making the best person :  
it is to grow in the open air, 
and to eat and sleep with the earth." 

(Walt Whitman)

Banyak orang mungkin menganggap bahwa kegiatan di alam bebas terutama mendaki gunung sering diidentikan dengan kegiatan "heroik, atau kegiatannya orang nekat". Bahkan dianggap sebagai olahraga yang menyerempet bahaya, dan banyak orang sering khawatir saat anggota keluarganya melakukan kegiatan mendaki gunung, atau bahkan ada yang menganggap mendaki gunung adalah ; tindakan yang bodoh, sia-sia, mencari masalah, atau dianggap orang gila, serta suka mencari kematian, bahkan ada sebagian orang yang menganggap dan meyetempel bahwa pendaki gunung adalah kumpulan orang nekat, atau suka bikin repot orang banyak kalau pas lagi hilang digunung, dan masih banyak sebutan minor lainnya, yang ditujukan oleh orang awam yang tidak mengenal atau belum mengerti akan tujuan naik gunung.

Namun bagi mereka yang sering melakukan atau pernah sekali saja mengikuti kegiatan mendaki gunung akan berpikiran lain, bahkan banyak kejadian jika sudah pernah sekali merasakan pengalaman melakukan pendakian gunung akan punya keingian untuk mengulang dan terus mengulang, ada yang sampai tuapun masih tetap melakukan aktivitas di alam bebas ataupun pendakian, dan menjadi suatu kenangan indah yang tak akan pernah mereka lupakan yang dapat mereka ceritakan pada anak dan cucu mereka. Kalau ditelaah lebih jauh, mengacu pada tulisan Walt Whitman diatas ataupun tulisan dari Bapak Palang Merah Dunia, Hendry DunnantBahwa :

“Tidak akan hilang pemimpin suatu bangsa jika pemudanya masih ada yang suka masuk hutan, berpetualang di alam bebas dan mendaki gunung.”

Dari sini bisa kita tarik garis yang dapat memberikan penjelasan dan pemahaman tentang hal tersebut. Bahwa mendaki gunung adalah suatu proses yang panjang dan melelahkan menguras tenaga dan membutuhkan persiapan yang matang, latihan yang teratur, displin yang tinggi, kesabaran yang sangat lumayan, dan membutuhkan tekad yang kuat serta semangat yang tidak pantang menyerah ketika dihadapkan pada kesukaran dan medan yang terjal kadang naik turun, serta berliku-liku serasa tidak ada ujungya saat perjalanan sampai dipertengahan, didalamnya banyak hikmah yang bisa dipetik dari kegiatan naik gunung andai kita mau dan mampu menjadikan pengalaman naik gunung sebagai pelajaran untuk pembentukan karakter. Bahwa pelajaran hidup tidak hanya didapat dari jalur formal, dan seringnya kita sudah dari kecil hanya dicekoki kaedah-kaedah formal (mementingkan IQ) dan selalu menjadi insan untuk bermain sebagai seorang safety player dalam menjalani hidup dengan tinggal dan berkutat di rumah, belajar sekolah, lulus sekolah, kerja, menikah dan punya anak serta cucu, banyak hal yang diajarkan dan ditanamkan dalam diri kita dari usia dini hanya tentang nilai-nilai bahwa sebuah keberhasilan diukur dari disekolah yang pintar mendapat nilai yang tinggi, kerja yang mapan dan lain lain. begitu mereka dihadapkan kepada permasalahan dalam kehidupannya akan sangat kebingungan karena selama ini mereka tidak pernah mengenal dan memperaktekkan nilai-nilai diri, prinsip hidup dan karakter, yang tidak didapatkan dalam jalur formal, kecuali dari cerita-cerita orang atau di buku-buku, akan sangat berbeda jika pengalaman hidup itu kita dapat langsung dalam proses kehidupan kita.

Salah satunya melalui kegiatan mendaki gunung sebagai salah satu bagian dari kegiatan kepecinta-alaman, yang boleh dikata dalam berkegiatan di alam merupakan laboratorium mini kehidupan, bukan hanya IQ nya saja tetapi ESQ nya juga terlatih dalam proses secara alami saat berkegiatan di alam. Banyak dari jebolan Pendaki Gunung ataupun Pencinta Alam memiliki jiwa tegas, lebih tenang dalam mensikapi sesuatu atau saat dihadapkan masalah, bahkan sering kali sangat idealis dalam memandang masalah dan kehidupan, sering memegang nilai-nilai diri, tidak akan mengambil hak kalau bukan haknya, memegang komitmen dan bertanggung jawab atas semua tindakannya, tidak mendendam, menerima setiap keadaan jika usaha dan perjuangannya gagal, namun tidak akan menyerah selama masih dalam koridor etika dan nilai-nilai hidup (pranata, budaya, dan agama) sampai dirinya sendiri ataupun Tuhan bilang untuk berhenti, setiap langkahnya selalu didasarkan norma-norma dan prinsip kehidupan yang diajarkan oleh alam. Ada hal yang mungkin kadang orang yang tidak kenal dengan etos dan semangat pantang menyerahnya seorang pecinta alam, sering kali dianggap tukang ngeyel, terlalu idealis atau lebih parahnya di bilang nekat ketika dihadapkan pada suatu masalah atau keadaan, padahal sejatinya mereka pantang menyerah tetapi tidak akan meninggalkan nilai-nilai dan norma kehidupan, dan dapat megukur serta sadar diri.

Seperti kegiatan di alam bebas lainnya, sejatinya, mendaki gunung bagaikan sedang menjalani kehidupan sehari hari, dimana dalam pendakian gunung terdapat banyak bahan pengajaran pendidikan karakter yang pastinya dibutuhkan seseorang dalam menjalani hidupnya.  "karakter" di sini maksudnya adalah bagaimana seseorang menampilkan kebiasaan positif dalam menyikapi segala kejadian yang dihadapinya dalam kehidupan. Kebiasaan positif itu tentunya dapat dipelajari dan perlu dibangun/dilatih, salah satunya melalui kegiatan mendaki gunung, dalam mendaki gunung seseorang dapat membangun karakter positif dirinya dengan alamiah. 

Namun juga tidak dapat disalahkan kalau selama ini orang beranggapan seperti itu, karena dengan banyaknya kejadian dalam pendakian gunung yang akhiri-akhir ini merenggut korban jiwa. Apalagi sekarang ini ditengah maraknya media televisi ataupun media cetak yang menayangkan bermacam-macam acara kegiatan di alam bebas yang berisi tentang keindahan alam, mengundang minat orang  untuk merasakan dan melakukan, sehingga dengan mudah sekarang ini orang secara instan dapat melakukan pendakian gunung, tanpa persiapan matang dan tanpa melakukan latihan ataupun mengikuti pendidikan terlebih dahulu, sehingga kurang pembekalan dan persiapan, baik fisik maupun pengetahuan.

Seseorang atau seorang Pencinta Alam dalam melakukan Pendakian Gunung membutuhkan persiapan yang matang dan pelatihan yang terus menerus, yang tidak didapatkan secara instan berdasarkan resiko yang dihadapi saat menjalankan aktivitasnya, sehingga dibutuhkan penguasaan keahlian dan pegetahuan yang harus dilatih terus menerus (sehingga di Komunitas Pecinta Alam ada ritual pemberian syal yang disematkan diatas pundak dan melingkar dileher mereka, hal ini untuk menunjukkan bahwa mereka telah melalui pendidikan dan pelatihan yang terus menerus dan memiliki bekal kemampuan utuk melakukan aktivitas di alam bebas), dan tanpa disadari dalam proses belajar untuk menjadi seorang Pecinta alam yang melewati banyak pelatihan ternyata banyak manfaat dan pelajaran yang dapat kita petik dibalik itu semua, secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut :



Mendaki Gunung adalah kegiatan yang membutuhkan persiapan matang. Persiapan perjalanan pendakian akan melatih seseorang "Terbiasa untuk tidak gegabah dan selalu penuh perhitungan" di setiap langkahnya. Dua hal ini pasti juga dibutuhkan dalam menjalani petualangan kehidupan sehari hari. Dengan melakukan perencanaan, seseorang juga belajar bertanggung jawab atas segala aktivitas yang akan dilakukannya

Banyak yang tidak menyadari bahwa mendaki gunung bukanlah kegiatan impulsif (kegiatan sesaat, seperti orang yang sedang berwisata) karena kegiatan ini mengharuskan seseorang melakukan persiapan dengan baik. Seseorang ataupun kelompok yang hendak melakukan aktivitas ini sebenarnya telah belajar banyak hal positif, bahkan sejak persiapan awal dilakukan. Persiapan itu diantaranya meliputi penentuan tujuan, merancang target perjalanan, mencari tahu support system yang ada (misalnya rumah sakit terdekat, pengetahuan tentang P3K atau  personel yang menjadi FRM = First Response Medical atau paling tidak, ada menguasai tentang P3K, siapa yang menjadi personel yang akan turun untuk mencari bantuan, jalur/rute mobilisasi, lokasi kantor polisi ataupun penjaga hutan, sehingga pada saat terjadi kecelakaan, sudah tahu tindakan apa yang harus dilakukan), mempelajari karakteristik gunung atau tempat yang dituju, hambatan, kesukaran atau kemungkinan bahaya yang mengancam, membuat persiapan rencana antisipasi (baik untuk pribadi ataupun rombongan), mempelajari tips dan penanganan darurat, atau membuat daftar peralatan dan perbekalan yang dibutuhkan untuk mendaki. Semua itu harus dipersiapkan matang, dengan tujuan mengutamakan keamanan atau safety.


Mendaki Gunung "Menanamkan rasa cinta terhadap alam dan lingkungannya serta Tanah Air". Rasa cinta pada alam tidak bisa tumbuh hanya dengan melihat brosur perjalanan wisata atau menonton televisi, namun dengan berkegiatan langsung di alam diharapkan akan timbul rasa cinta pada lingkungan, sesama dan Tanah Air, seperti yang pernah disampaikan oleh  Soe Hok Gie, waktu ada yang mempertanyakan kepada dirinya kenapa dia suka naik gunung, dia menjawab dengan kata-kata, bahwa : 


"Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan, Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan, mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat". 


Masih tercetak jelas didalam ingatan, setiap melakukan pendakian begitu sampai puncak gunung, mencium Bendera Merah Putih dan melakukan Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih di Puncak, merasakan momen yang sangat luar biasa  akan rasa Cinta terhadapTanah Air kita Indonesia dan rasa bersyukur bahwa hidup di Negara yang di anugerahi keindahan alam dan keaneka-ragaman alam dan budaya yang sangat luar biasa, disamping itu ada pengalaman yang tidak bisa saya lupakan, dalam melakukan pendakian di gunung, ketika melihat disepanjang jalur pendakian, banyak sampah berserakan (apalagi saat musim pendakian dan liburan sekolah), pada saat itu dengan beberapa teman yang baru kenal di gunung, ketika berdiskusi di puncak saat akan turun untuk melakukan bersih gunung, tanpa di komando semua orang yang ada di situ mengiyakan, tanpa merasa diperintah ataupun disuruh mereka melakukannya dengan menggunakan kantong plastik yang ada di tas mereka masing-masing bahkan ada yang menggunakan tas ransel mereka untuk mengangkut sampah turun dan sepanjang perjalanan turun ketika kita sampaikan kepada rombongan lain yang ditemui disepanjang perjalanan turun, mereka mengiyakan dan berpartisipasi tanpa banyak tanya, komentar ataupun komplain (coba kalau hal tersebut kita lakukan di jalanan ditengah kota, mungkin ada beberapa orang yang mau, ada yang ogah-ogahan, atau bahkan mencibir dan dianggap aneh, hal ini dulu sering saya lakukan saat bekerja di Jakarta beberapa tahun yang lalu memunguti sampah yang berserakan dipinggir jalan didepan kantor, saat pulang kantor atau  disekitar komplek tempat tinggal, ada beberapa orang yang menganggap aneh, menertawakan, mencibir bahkann ada yang bilang kurang kerjaan).

Seseorang Pencinta alam (Pendaki Gunung) akan dilatih untuk menjadi seseorang yang penuh cinta pada lingkungannya, pada sesama dan Rasa Cinta dan bangga pada Tanah Air, akan selalu terasah untuk bertanggung jawab pada dunia, paling tidak pada lingkungan di sekitarnya. Tidak membuang sampah sembarangan atau merusak ekosistem yang ada, bertoleransi dan saling menghargai, menumbuhkan jiwa untuk saling tolong menolong dengan sesama, menjadi pelajaran paling sederhana namun sangat penting yang bisa didapat melalui aktivitas naik gunung. 



Mendaki gunung adalah pelajaran tentang "Disiplin, memegang komitmen, bertanggung jawab, tidah mudah putus asa, serta berani mengambil keputusan dengan tepat, memiliki prinsip hidup, dan siap menerima resiko atas semua tindakan yag dilakukan serta melatih dan menumbuhkan jiwa leadership". Karena, ketika melakukan pendakian, seseorang dihadapkan pada banyak tantangan, medan perjalanan sudah pasti menanjak, tidak rata, dan pastinya menguras tenaga. Jalur pendakian kerap tidak begitu jelas, dan banyak sekali ditemukan persimpangan. Sering kali jurang terbentang di kiri atau kanan jalan setapak, yang kadang dapat menghentikan rencana perjalanan, belum lagi udara dingin menggigit, sementara oksigen yang kian tipis membuat napas menjadi lebih berat dan tersengal. Untuk itulah, seseorang yang mendaki gunung diharuskan membawa perlengkapan maksimal dalam sebuah tas ransel. Artinya, butuh perjuangan keras untuk melakukan pendakian dengan beban yang dipikulnya untuk mencapai tujuan; yaitu puncak gunung. Disini, kita belajar displin dan pengorganisasian yang jelas disamping perencanaan yang matang, dalam perjalanan harus ada seorang pimpinan perjalanan, yang akan mengarahkan selama perjalanan, mengatur irama pendakian, mengontrol peserta pendakian, dibutuhkan orang yang memiliki leadership, karakter yang kuat, visioner, dan memiliki perhitungan yang matang dan pengalaman tentang jalur pendakian.

Contoh latihan disiplin yang sederhana saat melakukan pendakian adalah ketika beristirahat, sangat dianjurkan seseorang untuk mengambil jaket untuk memelihara panas tubuh yang ada. Sebab, sering kali, panas tubuh perlahan menghilang berganti dengan rasa dingin menggigit. Rasa lelah sering kali membuat seseorang malas untuk bergerak membuka tas untuk mengambil dan kemudian mengenakan jaket. Nah, di sinilah seseorang belajar untuk disiplin mengelola rasa malas dan bergerak meraih ranselnya, mengeluarkan jaket, dan mengenakannya. Sebab, dengan mengabaikan disiplin, tujuan tak akan didapat, dan sesuatu yang tidak diharapkan dapat terjadi. Dalam kehidupan keseharian, banyak kejadian tidak mengenakan terjadi hanya karena kita tidak berhasil disiplin. Kita kerap enggan mengalahkan rasa malas yang ada. Bahkan, seseorang sering kali memiliki banyak ketakutan ataupun kekhawatiran dalam dirinya sebelum melakukan sesuatu yang menjadi tujuannya.

Dari sini, bisa disimpulkan, bahwa aktivitas mendaki gunung memungkinkan seseorang mengalami rasa takut dan cemas akan kondisi yang timbul di lapangan. Namun, pengalaman mendaki lambat laun memberikan kesempatan pada seseorang untuk mengelola rasa takut dan kekhawatiran yang timbul dengan melakukan tindakan yang diperlukan.



Di Gunung adalah "Tempat belajar yang baik untuk kita, mengasah pribadi dan menemukan hakekat diri”. Orang-orang yang memiliki tujuan seperti inilah orang yang mampu berguru pada alam, di gunung juga dapat memberi gambaran tentang kepribadian dan karakter aslinya orang, Melalui kegiatan mendaki gunung, kita akan mampu mengenali pribadi dan karakter asli teman yang sebenarnya. Sebab, ketika kita mendaki gunung, beberapa karakter pribadi orang yang sebenarnya akan nampak karena situasi yang sedang dihadapi. Misalnya: Kelelahan, kedinginan, kehabisan bekal makanan atau air, terjebak badai, tersesat, mengalami musibah kecelakaan, ada teman yang sakit, atau bahkan karena gagal sampai ke puncak. Ada yang jujur/tidak jujur, ada yang setia kawan/ tidak setia kawan, ada yang egois/tidak egois, ada yang teliti/ceroboh, ada yang sombong/rendah diri, dll. Karena itu dengan kegiatan mendaki gunung, kita akan bisa lebih mengenal karakter pribadi seseorang yang sebenarnya. Banyak pelajaran yang didapat dalam mendaki gunung, bahwa semakin banyak kita mendaki gunung, semakin mengasah empati, saling menghormati, kebersamaan,  tidak egois, tidak sombong, mudah bergaul dan bersosialisasi, perduli dengan sesama dan lingkungan, bertoleransi, setia kawan, tolong menolong, bekerja-sama, selalu berhati-hati, memperhitungkan resiko, teguh dengan prinsip yang berdasarkan norma-norma hidup, tidak mudah menyerah, bertanggung jawab dll.

Dalam pengalaman saya melakukan pendakian, banyak pelajaran hidup yang yang tidak didapat dibangku sekolah, ada salah satu pengalaman yang tidak terlupakan yang berhubungan dengan melihat karakter pribadi teman-teman dalam melakukan pendakian, salah satu pengalaman adalah saat berlaku sombong sengaja menyasarkan diri digunung, saat mendaki dengan beberapa orang yang baru saya kenal di desa terakhir, kemudian sepakat kami ber 5 untuk mendaki bersama, ditengah perjalanan ada salah seorang dari mereka yang sangat dominan (udah gede badannya, mukanya gahar, suaranya bangor, kelihatan paling tua), membujuk dan memaksa kelompok untuk membuka jalur baru, dengan terpaksa akhir kita mengikuti dia, keluar dari jalur pendakian normal, mengambil jalan menyusuri pinggiran jurang, bukannya mengikuti jalur normal yang mengikuti punggungan gunung, hanya karena ada ambisi dan keinginan pengen membuat jalur baru atas nama dia dan teman-teman, berjalannya waktu yang kita hadapi adalah jalur yang masih asing, medan yang terjal, masih harus menghadapi semak belukar dan tanaman yang masih sangat rapat, dimana seharian jalan baru seperempat jalan ditempuh, ditengah perjalanan dihadang hujan badai, makanan mulai menipis, tenaga mulai habis, dan ujung-ujungnya ketemu jalur buntu, pas dibawah antara pertemuan dua punggungan gunung, dengan tebing yang terjal menghadang yang tidak mungkin didaki dengan tangan biasa, akhirnya kami berhenti dan berdiskusi tindakan apa yang harus diambil, disitulah masalah mulai timbul mereka berempat orang yang berteman, saling beradu argumen dan saling menyalahkan satu sama lain, saling menunjukkan egonya masing-masing, saling memaki dan hampir beradu fisik, saya memilih untuk diam dikejauhan (sifat botol karbolnya keluar), lebih baik diam dari pada ikut ribut, akhirnya rombongan terpecah menjadi dua, ada yang pengen balik ada yang pengen terus dengan memutari punggungan gunung, saya memilih kelompok yang balik untuk turun, karena kondisi yang sudah tidak memungkinkan, sudah begitu sisa perbekalan kelompok yang akan turun diminta separoh untuk kelompok yang meneruskan, berjalannya waktu, kami yang turun sampai dibawah dan menunggu kelompok yang terus melanjutkan perjalanan, namun sampai di hari ketiga mereka tidak turun-turun, sehingga kami memutuskan untuk lapor dan berkoordinasi dengan pak kadus dan warga setempat untuk melakukan pencarian, ditengah persiapan pencarian, kami dikagetkan dengan datangnya teman kami tersebut dari bawah diantar oleh motor, selidik punya selidik, mereka bukannya sampai puncak tapi kesasar dan ditemukan penduduk desa dari jalur pendakian yang lain dalam kondisi kepayahan dan keletihan diladang penduduk. Hampir semua penduduk yang ada di situ dan Pak Kadus memarahi mereka, bahkan sempat diinterogasi oleh polisi yang ikut datang.

Ada pelajaran yang bisa saya petik, bahwa saat melakukan pendakian harus sesuai dan berdisiplin dengan rencana yang telah ditetapkan, bahwa dalam melakukan pendakian tidak boleh sombong dan egois yang justru akan membahayakan keselamatan diri sendiri, kelompok atau teman, harus mampu mengukur kekuatan diri, dan jangan melakukan pendakian tanpa persiapan dan perencanaan.

Ada Satu lagi pengalaman yang kalau ingat selalu bikin ketawa sendiri sampai sekarang buat saya dan teman yang mengalaminya, suatu ketika saat pulang dari kuliah, dipanggil oleh salah satu teman yang sedang nongkrong dipinggir jalan (seorang preman yang dulu sangat ditakuti oleh banyak orang), setelah ngobrol ngalor ngidul, dia memanggil beberapa teman yang lain untuk bergabung, akhir kata mereka tertarik untuk mencoba mendaki (karena beberapa kali pas saya berangkat mau jalan naik gunung mereka pernah ketemu dan bertanya-tanya) dan meminta saya untuk mau menemani dan jadi petunjuk jalan buat mereka, melihat kesungguhan dan antusias mereka, dan meminta saya mengajari dasar-dasar yang harus dilakukan untuk melakukan pendakian, hampir selama satu bulan setiap hari saya sempatkan mampir di tempat tongkrongan mereka, dan kadang malam-malam saya samperin mereka untuk mengajarkan beberapa hal-hal dasar tentang pendakian dan meminta mereka mempersiapkan beberapa peralatan standar dari aktivitas pendakian, mempersiapkan fisik mereka dengan mengajak mereka, lari setiap sore, serta berlatih fisik dan bermain basket dilapangan basket dengan anak-anak komplek lainnya, seminggu 3 kali, di salah satu kampus Universitas swasta yang ada di daerah kaligawe, Semarang, yang kebeneran lapangan basketnya satu komplek dengan base camp salah satu organisasi pencinta alam dikampus tersebut yang beberapa personelnya saya kenal, singkat kata akhirnya kami berangkat naik gunung bareng, ditengah perjalanan ada salah satu dari mereka meminta ijin untuk istirahat lebih lama karena kecapaian dan staminanya kedodoran, dengan pertimbangan sisa jalur pendakian sudah jelas dan tidak ada lagi percabangan jalur, makanya saya ijin dia untuk tinggal. Sisanya yang lain ikut saya melanjutkan perjalanan, setelah jalan hampir setengah jam kami berjalan, lamat-lamat kami mendengar teriakan orang ketakutan dari bawah yang makin lama makin jelas terdengar, dari kejauhan terlihat orang yang lari tergopoh-gopoh memanggil-manggil nama kami seperti orang yang sangat ketakutan, semakin mendekat, sambil nafasnya ngos-ngosan, dia bercerita kalau pas ditinggal sendirian dibawah antara tidur dan tidak dia didatangi seorang perempuan cantik yang tahu-tahu nongol didepan matanya sampai dia bangun dan berdiri antara percaya dan tidak, masih terlihat itu perempuan, membuat dia lari tunggang langgang, yang akhirnya disepanjang perjalanan dijadikan bahan olok-olokan sesama kami, “preman koq takut sama hantu cantik" (entah benar atau tidak Wallahu a'lam bish-shawab).

Ada hikmah yang dipetik dari interaksi dengan mereka setelah beberapa kali menemani mereka naik di beberapa gunung, pada akhirnya mereka sadar dan menghargai hidup, pelan pelan karakter positif mereka tumbuh, pelan-pelan mereka mulai meninggalkan dunia mereka, dunia mabuk-mabukan, malak dijalanan dan main judi, sehingga akhirnya mereka sadar mencari kerja yang bener-bener halal, dan sampai sekarang masih terjalin komunikasi dengan mereka, bahkan ada yang bercerita kalau ada anaknya yang mulai ikut kegiatan pecinta alam dan naik gunung. Ada pelajaran yang bisa dipetik ketika kita mau berinteraksi dengan orang yang dipinggirkan oleh masyarakat, disaat mereka memiliki keinginan yang baik dan didukung serta diarahkan dan kebetulan dengan dikenalkan pada aktivitas pendakian gunung dan diajarkan nilai-nilai karakter yang positif, pelan-pelan dapat merubah mereka dari dalam diri mereka sendiri tanpa dipaksa dan menginspirasi mereka menuju kekebaikan.



Manfaat yang langsung dapat dirasakan oleh orang yang secara teratur melakukan kegiatan pendakian  di gunung (termasuk di dalamnya ada lathan fisik secara teratur untuk persiapan pendakian), adalah "Lebih terjaga kesehatannya", seperti :
  1. Mengatasi obesitas,  mendaki gunung membuat kita menggerakkan seluruh anggota badan sehingga mampu membakar lemak dan olahraga pelawan obesitas,
  2. Mencegah penyakit jantung,  Aktivitas jalan kaki secara teratur dalam hal ini melakukan pendakian dapat mencegah penyakit jantung, menyuguhkan aktivitas berjalan kaki diiringi pemandangan yang indah bisa menjadi pilihan olahraga yang tepat.
  3. Menurunkan kolesterol, Salah satu cara mudah untuk menurunkan kolesterol ialah dengan berjalan kaki dan hiking atau mendaki gunung selain mengurangi resiko terkena penyakit jantung, juga mampu meningkatkan kolesterol baik, HDL,
  4. Menurunkan tekanan darah, lakukan hiking atau mendaki gunung selama 30 menit dengan melewati track menanjak, maka dapat menjauhkan dari tekanan darah tinggi,
  5. Mengurangi stres dan depresi, Olahraga memang terbukti menjauhkan Anda dari stres dan depresi, tidak hanya mengembalikan kebugaran tubuh tetapi juga sebagai ajang rekreasi,
  6. Mencegah osteoporosis, Hiking atau mendaki gunung bermanfaat untuk meningkatkan kepadatan tulang dan kekuatannya. Salah satu jenis olahraga ekstrem ini pun mampu mencegah hilangnya kalsium dan kemungkinan patah tulang akibat osteoporosis. 
  7. Suguhkan udara segar, hiking atau mendaki gunung menyuguhkan udara segar dan belum tersentuh polusi.
  8. Gerakan aerobik yang lengkap, Hiking menjadi latihan aerobik dengan gerakan yang lebih lengkap karena semua anggota tubuh ikut bergerak.
  9. dan beberapa manfaat lainnya yang berhubungan dengan kesehatan.
  
Dalam aktivitas mendaki gunung kita akan melihat keindahan ciptaan Allah SWT, dan "Semakin mendekatkan kita kepada Sang Pencipta Alam Semesta", saat melihat langit disepanjang perjalanan khususnya saat melakukan pendakian gunung di malam hari, yang akan terlihat bentangan lukisan alam yang megah sekali dengan bulan dan bintang-bintangnya yang seakan membetot rasa kita disepanjag perjalanan, diringi suara binatang malam yang mengantar langkah kita merambah hutan, padang rumput ataupun lautan pasir dan tumpukan bebatuan, apalagi kalau bertepatan saat bulan purnama atau bulan bersinar sempurna, sinarnya genit menyapa kita laksana bidadari atau senyum yang merekah dari sang mentari saat pagi menjelang akan terlihat pesona Matahari terbit saat sunrise di puncak gunung yang penuh kemegahan, apalagi saat berada dalam dekapan kabut pagi dan semilir hembusan angin, menyaksikan Sang Surya mengawali langkahnya, menggapai kaki langit dan menyeruak diantara lautan awan yang menghampar sejauh mata memadang diantara semburat sinar matahari dan langit biru yang bertemu diujung cakrawala, hamparan jurang dan ngarai yang menciptakan siluet dan counter yang sempurna menyapa kita sejauh mata memandang ke segala penjuru arah mata angin, juga hamparan bunga edelweiss yang bersinar keperak-perakan yang hanya tumbuh disepanjang sisi puncak gunung, udara yang bersih dan segar, hamparan padang sabana atau rumput yang menghampar seperti karpet menyambut kedatangan kita, sehingga menyentuh dan memanjakan semua panca indra kita, bahkan sampai masuk kedalam relung hati dan kalbu kita yang paling dalam yang akan tersimpan sampai sepanjang hayat kita, ketika umur dan badan sudah tidak memungkinkan melakukan pendakian pun masih terbersit kerinduan akan pesona ciptaan Allah SWT Yang Maha Sempurna.

Dengan mendaki gunung, paling tidak kita akan mampu mengetahui dan mengingatkan kita akan kebesaran Sang Maha Besar dan Maha Sempurna, bahwa "Kita tidak ada artinya dibanding Kuasa Nya Sang Maha Segalanya, kita hanyalah ibarat seperti seekor semut yang merayap lamban di tengah luasnya hutan". Kita hanya mahluk biasa yang tak berdaya jika berada di alam bebas, tidur di tanah, minum air mentah, berlindung dari dinginnya udara, tak berdaya di tengah kabut atau tak berkutik jika tersesat dan kehabisan bekal. Itulah kita, manusia yang sebenarnya, tak berdaya di tengah alam, apalagi untuk melawannya. Lalu apalagi yang kita sombongkan, melawan alam saja tidak berdaya apalagi melawan Kekuasaan Sang Pencipta Alam. Dan ketika kita semakin sering melakukan pendakian dengan niat dan tujuan demikian, maka bahkan tanpa kita sadari sekalipun, perlahan lahan, keheningan dan kesunyian pegunungan mengantarkan kita kian dekat dengan kerinduan kepada Sang Khalik, Allah SWT, Tuhan Sang Pemilik Jagad Semesta. 


Pengalaman masing-masing Individu dalam melakukan Pendakian Gunung mungkin berbeda, namun secara umum manfaat yang bisa dipetik paling tidak ada enam hal tersebut diatas, bahkan mungkin buat orang lain bisa lebih dari 6 hal yang sudah disebutkan diatas, tetapi paling tidak, dalam proses kehidupan kita pengalaman mendaki gunung sangat membantu kita membentuk karakter positf buat diri kita sendiri, serta prilaku utama yang mejadi landasan dan pegangan hidup dalam menjalani kehidupan di dunia.



Membaca buku tentang alam sesuatu hal yang baik...
tetapi jika seseorang berjalan di hutan 
dan mendengarkan dengan hati-hati....
dia bisa belajar lebih dari apa yang ada di buku...
karena mereka berbicara dengan suara Tuhan.... 

George Washington Carver



3 komentar: