Kamis, 27 Februari 2014

“THE ALCHEMIST “ - PAULO COELHO

Review Buku,

Buku ini buat saya sangat bermakna sekali, ketika mendapatkan buku ini dalam bentuk ebook dari teman mblusukan, (karena sangat menarik akhirnya saya beli buku cetak nya juga). Pada saat membaca buku ini saya sedang mengalami pergolakan didalam batin yang sangat luar biasa, disaat sedang dan baru saja lepas dari suatu keadaan batin dan kesehatan dalam titik nadir terendah di hidup saya, banyak hal dari buku ini yang menginspirasi hidup saya, selain kepasrahan dan sifat nekat saya dengan mblusukan kemana mana, bahkan boleh dikata seperti orang tidak takut resiko, memacu sampai batas limit kemampuan diri dan tubuh saya, dengan niat kalaupun besok-besok tidak bisa lagi menikmati mblusukan kenapa nggak dilakukan sekarang saja. Dengan menapak tilasi kembali jalur-jalur mblusukan saya pada masa muda, naik gunung, jalan ke pantai, iseng-iseng ikut panjat tebing di kampus Anak tetangga, susur gua, nongkrong dialam terbuka keluyuran mengikuti kemana arah kaki dengan senaknya sendiri.


“THE ALCHEMIST”

Kembali ke Buku The Alchemist, Buku ini adalah buku yang tidak begitu tebal sekitar dua ratus halaman, mengisahkan tentang seorang Pemuda yang menjadi penggembala bernama Santiago yang memiliki mimpi dan memutuskan untuk mewujudkan nya dan meninggalkan zona nyaman dia di Spanyol pergi menuju Mesir untuk menemukan Piramida yang muncul berkali kali dalam mimpinya.

Membaca buku Coelho yang paling fenomenal ini, yang telah diterjemahkan ke dalam 56 bahasa dan terjual sebanyak 11 juta kopi lebih. Membuat rasa ingin tahu dan penasaran saya kumat untuk mengetahui latar belakang sang penulis, yang tanpa pernah merasa bosan membaca ulang dan browsing mencari biografi dan data-data dirinya, apalagi dalam buku ini, dia banyak menceritakan tentang pergolakan batin dan perjalanan hidup Santiago yang tampak seperti sangat nyata walau ada dibumbui cerita dongeng juga, dalam benak saya menduga bahwa buku ini ditulis berdasarkan pergulatan batin yang dialami penulisnya.

Ternyata memang benar, kehidupan Coelho sangat penuh liku dan menghadapi perjuangan yang tidak mudah, yang sangat menguras tenaga, batin dan bahkan akal sehat dia, namun sekaligus dalam proses perjalanan hidup ini, dia  mendapat pencerahan yang luar biasa, dalam mengejar impiannya untuk menjadi seorang penulis.

Coelho kecil dilahirkan di dalam sebuah keluarga kelas menengah di lingkungan perkotaan. Ayahnya Pedro adalah seorang arsitek, dan ibunya Lygia adalah seorang ibu rumah tangga. Pada umur tujuh tahun, Coelho dimasukkan ke sekolah Jesuit San Ignacio di Rio de Janeiro oleh kedua orangtuanya. Pada saat itu, dia sebenarnya tidak betah dengan kehidupan sekolah Jesuit yang mewajibkan semua siswanya untuk menjalani ibadah secara ketat. Seorang Coelho kecil tidak betah sekolah di sekolah Jesuit ini. Meskipun Coelho kecil tidak terlalu betah belajar di sekolah Jesuit, namun ternyata di sekolah ini pula untuk pertama kalinya bakat menulisnya mulai terlihat. Dia memenangkan sebuah kompetisi menulis puisi di sekolahnya, dan bahkan adiknya, Sonia,berhasil memenangkan lomba esai hanya dengan bermodalkan karya kakaknya yang telah dibuang ke keranjang sampah.

”Sehingga dalam buku ini dipersonifikasikan dalam diri seorang Santiago sebagai tokoh utama dalam buku ini, seorang penggembala domba. Hidupnya tak lepas dari perjalanan mencari padang rumput, tidur bersama domba-domba, dan menjual bulu domba di kota. Hidupnya berubah ketika Santiago didatangi sebuah mimpi tentang piramida-piramida di Mesir, dan setelah berkomunikasi dengan sang Alkemis, akhirnya Santiago memutuskan untuk melakukan perjalannya ke Mesir. Penokohan Santiago seorang penggembala domba, yang untuk mengejar mimpinya dia menjual dombanya, hal ini menceritakan bagaimana rasa keinginan masa kecil Coelho yang tidak betah sekolah disekolah jesuit. (Menggembala domba banyak dipersonifikasikan dengan urusan tentang agama)”.


Bahwa pengalaman spiritual tidak hanya didapat dari ajaran agama saja tapi dapat juga diperoleh dari alam dan proses menjalani perjalanan hidup kita sebagai manusia untuk  mengejar impiannya.


Meskipun Coelho sangat berbakat menjadi penulis, ternyata orang tuanya tak pernah berharap agar anaknya kelak menjadi sastrawan. Mereka lebih suka jika kelak anaknya menjadi arsitek atau ahli hukum sebagai suatu pekerjaan yang dianggap bagus dan mempunyai masa depan dan terhormat. Kedua orang tuanya berusaha sekuat tenaga agar anaknya tak semakin dekat dengan dunia tulis menulis. Namun tampaknya Coelho bukanlah tipe anak yang penurut. Larangan orang tuanya dan perjumpaannya dengan buku Henry Miller berjudul "Tropic of Cancer" semakin mengobarkan semangat pemberontakannya.


“Hal ini digambarkan dalam buku ini, saat Santiago jatuh cinta pada anak pemilik toko kelontong tempat dia menjual bulu dombanya, yang sangat cantik, yang rambutnya dan wajahnya sangat mempesona Santiago, dan membuat Santiago jatuh cinta dan ingin menetap didesa tersebut.  Namun disaat yang sama Santiago selalu dibayangi oleh mimpinya untuk mengunjungi piramida di mesir, sehingga akhirnya dia memutuskan untuk menjual dombanya guna membiayai perjalanannya meraih impiannya mengunjungi piramida”.


Bahwa kadang keberhasilan dan kebahagian dalam pencapaian hidup selalu diukur dengan melihat ukuran orang lain dan pandangan orang lain, bukan karena kebahagian yang sesuai dengan impian kita sendiri, sesuai dengan sesuatu hal yang membuat diri kita bahagia, yang sering kali kita menyadari pada saat telah lewat, dan sering kali kita melupakan bahwa hidup manusia telah digariskan oleh Tuhan melalui tanda-tanda dari DIA dan kita sering kali kita tidak peka atau tidak mau memahami dan membaca tanda-tanda yang berikan oleh Tuhan kepada kita.


Ayahnya melihat hal ini sebagai sebuah gejala gangguan kejiwaan dan akhirnya memasukkan Coelho kecil ke sebuah rumah sakit jiwa. Dirumah sakit jiwa itu, Coelho harus menjalani terapi electroconvulsive, terapi dengan menyetrumkan aliran listrik ke tubuh penderita gangguan jiwa. Terapi ini tentunya bisa berdampak buruk pada jaringan saraf manusia. Coelho sempat dua kali keluar masuk rumah sakit jiwa sebelum akhirnya dinyatakan sembuh. Dan Coelho tetap dengan niat dan minatnya untuk menjadi Penulis.

 (Terapi ini akhirnya dilarang di Brasil setelah Coelho mengungkap praktik keji ini di dalam novelnya “Veronika Memutuskan Mati”)


”Hal ini digambarkan buku ini, pada perjalanan seorang Santiago dalam mengejar mimpinya mengalami banyak cobaan dan penderitaan bahkan dirampok dan dibohongi orang,  namun dia tetap keukeuh mengejar impiannya, disepanjang perjalanannya dia menemukan berbagai macam karakter unik, dan semakin membuat dia yakin akan penting nya mewujudkan mimpi. Dalam buku nya juga selalu menyebutkan istilah semesta mendukung, karena begitu kita berikrar akan muncul berbagai pertanda disepanjang jalan hidup kita sehingga membuat kita semakin dekat pada apa yang kita impikan. Kalimat ini muncul berkali kali khususnya dari sang Alkemis, sosok yang akhirnya di jumpai si gembala dalam perjalanan nya”.

Bahwa dalam mengejar impian atau tujuan hidup memang tidak mudah, kita akan diuji oleh cobaan dan kejadian kejadian dalam kehidupan kita yang sejati nya akan mengajari kita kebajikan dan menjadi pribadi yang utama, dan seyogya nya kita tidak gampang menyerah dengan keadaan. Dan kebanyakan kalau kita sungguh-sungguh dalam mengejar impian kita akan ada saja yang membantu kita dalam perjalanan mencapai impian atau atau tujuan hidup kita.

Tak lama setelah keluar dari rumah sakit jiwa, Coelho kemudian bergabung dengan sebuah kelompok teater dan bekerja sebagai seorang jurnalis.

(Di mata orang tuanya dan juga umumnya masyarakat Brasil pada masa itu, dunia jurnalistik identik sebagai sebuah dunia yang tak bermoral).

Karena takut anaknya akan mendapat pengaruh buruk, orang tua Coelho melanggar janjinya untuk tidak akan memasukkan anaknya kerumah sakit jiwa lagi. Dan Coelho pun menjadi pasien rumah sakit jiwa untuk ketiga kalinya. Setelah keluar dari rumah sakit, Coelho menjadi semakin asing dengan lingkungan sekitarnya dan asyik dengan dunianya sendiri. Dalam keputusasaan, orang tuanya memanggil seorang dokter untuk memeriksa keadaan anaknya. Dokter ini menyatakan Coelho sebenarnya tidaklah gila dan tidak seharusnya dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa.

“Hal ini diceritakan bagaimana cobaan yang dialami Santiago cukup berat, mulai dari kehilangan seluruh hartanya, harus berhenti mengejar mimpinya dan bekerja paruh waktu di sebuah toko kristal, dan sukses menerapkan blue ocean dengan menggunakan teh campur mint sebagai cara menjual peralatan minum kristal disalah satu puncak bukit di perbatasan Spanyol dan Afrika. Dan bagaimana banyak orang yang menyangsikan kemampuan dirinya dapat mencapai impiannya, bahkan pemilik toko itu juga menahan dirinya untuk tidak pergi, karena sejak kedatangan santiago toko yang tadi sepi menjadi ramai, dan terungkap bahwa ada satu impian sang pemilik toko dari masa mudanya untuk naik haji tidak kesampaian, karena dia tunda-tunda, yang akhirnya harus dia sesali dimasa tua nya, pada akhirnya pemilik toko tersebut mengikhlaskan kepergian Santiago, apalagi dalam diri Santiago merasa sangat asing dengan tempat itu”.

Bahwa dalam proses pencarian impian atau tujuan hidup kita, kadang akan diuji dengan kehilangan yang sangat berarti dalam hidup kita atau sesuatu yang awalnya menjadi sarana  dan semangat untuk mencapai tujuan hidup kita, namun tiba tiba hilang, atau bahkan dianggap tidak sesuai dengan sekitar kita, Alangkah Baiknya kita tetap berjalan untuk mencari dan mencapai kebahagian kita. Walau kadang hal tersebut harus menghentikan sementara, tetapi bukan berarti berhenti untuk selamanya apalagi menunda-nunda, yang seharusnya dengan tetap melanjutkan perjalanan mencapai impian atau tujuan hidup kita akan kita temukan apa yang selama ini kita cari dalam hidup kita.

Setelah “sembuh” dari gangguan kejiwaannya, Coelho kembali melanjutkan studinya di sekolah hukum, dan tampaknya dia akan mengikuti rencana orangtuanya. Namun, tak lama kemudian Coelho malah drop out dan kembali menekuni dunia teater. Ikut gerakan Menentang Rezim Militer di Brasil bahkan sempat masuk penjara pada umur 26 tahun. Siksaan penjara ternyata membekas sangat dalam di dalam dirinya, Coelho menghentikan segala kegiatan “subversif” nya dan memutuskan untuk menjalani kehidupan yang lebih “normal”. Dia bekerja di Polygram, sebuah perusahaan rekaman,dan bertemu perempuan yang nantinya menjadi istrinya di sana. Pada tahun 1977, Coelho dan istrinya pindah ke London. Setelah lama terpendam, hasrat menulis Coelho bangkit kembali. Dia lalu membeli sebuah mesin tik dan mencoba menulis lagi. Usahanya tidak terlalu berhasil.

Setahun kemudian, Coelho kembali ke Brasil dan bekerja sebagai salah seorang eksekutif di CBS, perusahaan rekaman terkemuka di Brasil. Pekerjaan ini hanya ditekuninya selama tiga bulan karena dia mengundurkan diri selepas bercerai dengan istrinya.

Pada tahun 1979, Coelho bertemu dengan Christina Oiticica, teman lamanya. Tak lama kemudian mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Pernikahannya yang langgeng mereka berdua masih tetap bersama hingga hari ini. Setelah peristiwa buruk di masa lalunya, Coelho seakan enggan mewujudkan impiannya untuk menjadi penulis. Istrinya adalah orang yang senantiasa mengingatkan Coelho tentang impiannya untuk menjadi penulis. Tanpa kenal lelah, dia terusmendesak Coelho agar mau menulis lagi. Akhirnya, setelah melalui pergulatan batin yang panjang, Coelho menulis buku pertamanya yang berjudul Arquivos do Inferno (Hell Archives) pada 1982 dan dilanjutkan dengan buku O Manual Práticodo Vampirismo (Practical Manual of Vampirism). Walaupun tidak laku dipasaran namun dari situ kemudian terbitlah karya-karya buku dia lainnya. Bahkan Coelho termasuk pengarang yang produktif karena setahun sekali dia bisa menerbitkan satu buku.

“Fase ini digambarkan dalam buku ini, pada perjalanan yang kedua nya Santiago mengejar mimpinya yang sempat tertunda karena harus mencari duit dahulu untuk biaya mengejar impiannya dengan ikut bekerja di sebuah toko cristal, yang sempat lama tertunda karena ditahan oleh pemilik toko yang merasa tidak rela kalau ditinggal oleh Santiago yang telah menghidupkan kembali toko cristal dia yang hampir bangkrut, yang sempat membuat dilema bagi diri Santiago, namun setelah bertemu kembali dengan sang Alkemis akhirnya dia berniat bulat untuk melakukan perjalanan nya kembali. Perjalanan yang menempuh gurun yang gersang, yang akhirnya terjebak badai di salah satu oase dan lagi-lagi Santiago harus kehilangan seluruh hartanya, Hingga akhirnya ia bertemu dengan sang Alkemis, setelah melalui perjalanan yang hampir merenggut nyawa, terjebak diantara perang antar suku diMesir.  Santiago justru secara tidak sengaja dalam mengejar impiannya dia menemukan cintanya pada sosok Fatima.

Sang Alkemis mengajarkan nya banyak hal, termasuk membuatnya bisa bercakap-cakap dengan gurun, matahari, dan bahkan “Sang Penulis Kehidupan”. Perjalanan panjang ini mengantarkannya ke tempat semula ia menggembala kambing-kambingnya, dan menemukan harta karun yang terkubur di bawah pohon tempat ia sering istirahat bersama domba-dombanya. Diakhir buku ditutup dengan dialog antara Santiago dengan sang Alkemis yaitu  "Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?" tanya Santiago, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu.  "Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada”.“

 Bahwa Cobaan kadang membuat kita menyerah pada keadaan, namun dengan menyerah justru kadang malah semakin menghancurkan diri kita, karena dijauhkan dengan impian kita, impian ataupun tujuan hidup harus dikejar dan diperjuangkan. Sebaik dan sebijaknya kita tidak menyerah pada keadaan, karena semakin banyak cobaan, masalah dan hal yang merintangi dalam proses pencapaian impian kita semakin membuat kita lebih kuat, lebih bijak dan lebih menguasai pemahaman serta pengetahuan, yang justru pada akhirnya secara tidak kita duga, kita akan menemukan Kebahagian sejati kita, karena kita mau berjuang mencapai impian kita tanpa menyerah, ketika terhenti kita hanya berhenti sementara untuk menyesuaikan keadaan, ataupun ketika sedang terhadang oleh masalah, semua itu justru akan menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan lebih mengagetkan buat diri kita justru bahwa sebenarnya kebahagian dan impian kita ada disekitar kita dan ada didalam hati kita sendiri.



CATATANKECIL:

Membaca Buku The Alchemist ini, seperti melihat rangkaian perjalanan hidup kita sendiri, yang telah kita lalui, sedang kita lalui ataupun bahkan sebagai suatu gambaran dan pembelajaran terhadap perjalanan hidup yang akan kita lalui ke depan.

Ada hal yang menarik dalam buku ini adalah adanya interaksi antara budaya Moor (arab) yang bersinggungan dengan budaya Spanyol, bahkan Coelho pengarang Brazil yang sempat masuk RS Jiwa tiga kali ini (karena konflik dengan orang tua nya), menunjukkan kefasihan nya mengenai Rukun Islam, dan sepinya pasar yang mendadak ditinggalkan para pedagang karena mendengar panggilan Sholat, dalam rangka menjaga keseimbangan dunia dan akhirat. Dan pemahamannya pada Kitab Suci dia Injil. Persinggungan tersebut digambarkan juga saat Si Pemuda akhirnya menemukan cintanya pada sosok Fatima, seorang gadis gurun sebagai klimaks interaksi antara Moor dan Spanyol.

Salah satu kisah yang menarik lainnya yang pernah saya tulis dalam story line pada sebuah foto yang saya upload “adalah cerita tentang seorang lelaki yang melakukan perjalanan sulit dan berat puluhan hari mencari kebahagiaan, bertanya pada seorang yang bijak, dan ketika bertemu dengan sang Bijak di Istana megah dia. Ketika dia berbicara dengan Orang Bijak pemilik Istana itu, mengenai makna kebahagiaan, maka si orang Bijak memberikan sendok dengan beberapa tetes minyak diatas sendok yang tidak boleh tumpah dan memintanya mengelilingi Istana selama 2 jam dan lalu disuruh balik kembali menemui Si Orang Bijak tersebut dengan catatan tidak boleh menumpahkan minyak yang ada diatas sendok itu. Si Anak Laki-Laki berkonsentrasi menjaga agar isi sendok tidak tumpah sekaligus mengabaikan semua keindahan yang ada di Istana, seperti lukisan-lukisan indah, keramik-keramik cantik, arsitektur dan taman-taman yang cantik. setelah waktu yang ditentukan sampai SiAnak menemui si orang Bijak tersebut, namun yang terjadi si Orang Bijak menunjukkan kepada dia, bahwa dengan hanya fokus menjaga isi sendoknya tidak tumpah dia mengabaikan hal-hal indah dalam hidupnya yang diibaratkan sebagai istana dan segala isi nya tadi. Lalu si Orang Bijak kembali memberikan tugas, dan memintanya fokus pada keindahan Istana, Setelah melihat dan merekam segala keindahan yang ada di dalam istana Si Orang Bijak sesuai waktu yang telah ditentukan, Anak Laki Laki kembali menhadap kepada Si Orang Bijak dengan sendok kosong, melihat Si Anak Laki Laki lagi-lagi gagal dalam misi nya lalu Sang Penguasa menasehati Si Anak Laki Laki tadi bahwa makna kebahagiaan sejati adalah menikmati hidup yang diberikan, namun tetap tidak melupakan tugas utama sebagai manusia dan hal-hal yang sudah ada didalam diri kita dan sekitar kita, dan jika kita mampu menjaga dan menikmati keindahan itu semua maka kita akan menemukan makna kebahagiaan”. 



BUKU-BUKU KARANGAN COELHO LAIN NYA :

Pada tahun 1987, Paulo Coelho menyelesaikan novel O Diario De Um Magi (Diari Seorang Magi), yang dalam versi bahasa Inggris diterbitkan dengan titel The Pilgrimage (Ziarah). Buku ini merupakan catatan harian Paulo Coelho selama menjalani ziarah spiritual dari kota Saint Jean Pied de Port di Prancis sampai ke kota Santiago de Compostela di Spanyol. Berbeda dengan dua buku sebelumnya, buku ini cukup sukses di pasaran.

Novel Coelho selanjutnya O Alquimista, The Alchemist (Sang Alkemis) terbit pada tahun 1988. Novel ini adalah tonggak awal yang akan menempatkan nama Coelho dalam jajaran novelis tingkat dunia. Novel ini, berbeda dengan karya-karya Coelho sebelumnya, merupakan sebuah novel simbolik yang kaya akan bahasa-bahasa metafora. Novel ini merupakan hasil kontemplasi Coelho setelah bergulat selama sebelas tahun dengan ilmu alkimia. Novel Sang Alkemis banyakmendapat pengaruh dari Novel Tale of Two Dreamers karya Jorge Luis Borges,seorang sastrawan Brasil kenamaan. Meskipun pada awalnya penjualan novel itutidak terlalu bagus dan sempat dihentikan peredarannya oleh penerbit di Brasil, namun Coelho tidak menyerah dan berjuang mencari penerbit lainnya yang sudi menerbitkan novelnya. Sosok Coelho yang pantang menyerah dalam mengejar impian ini seakan-akan merupakan representasi dari tokoh Santiago sang anak gembala didalam Novelnya Sang Alkemis yang demi mewujudkan impiannya rela mengarungi padang pasir yang ganas. Usahanya ini membuahkan hasil karena Harper Collins, sebuah perusahaan penerbitan internasional, bersedia menerbitkan bukunya. Hasilnya, penjualan novel Sang Alkemis sungguh fantastis dan di luar dugaan. Novel Sang Alkemis hingga saat ini telah diterjemahkan ke dalam 56 bahasa dan terjual sebanyak 11 juta kopi. Novel ini pun menempatkan Coelho sebagai salah satu sastrawan Brasil terbesar.

Setelah kesuksesan novel Sang Alkemis bukan berarti Coelho berpuas diri. Coelho mengeluarkan karya dia lainnya baik berupa novel asli, novel adaptasi, kumpulan cerita pendek, maupun kumpulan artikel. Karya-karya Coelho lainnya adalah :

Brida (1990); O Dom Supremo atau The Gift (1991); AsValkírias atau The Valkyries(1992); Maktub dan Na margem do rio Piedraeu sentei e chorei atau “Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis” (1994); O Monte Cinco atau “The Fifth Mountain”(Gunung Kelima) (1996); Letras do amor de um prophet atau “Love Letters from a Prophet” dan Manual do guerreiro da luz atau “The Manual of the Warrior of Light”(1997);  Veronika decide morrer atau “Veronika Memutuskan Mati” dan Palavras essenciais atau “Essential Words” (1998), O Demonio e a srta Prym  atau “Iblis dan Nona Prym” (2000); Historias para pais, filhos e netos atau “Fathers, Sons and Grandsons” (2001); Onze Minutos atau “Sebelas Menit” (2003); O Genio e as Rosas atau “The Genie and the Roses” dan E no setimo dia atau “And on the Seventh Day”(2004), O Zahir atau “Zahir” dan Caminhos Recolhidos atau “Revived Paths” (2005); Ser como um rio que flui “Like The Flowing River” dan A Bruxa de Portobello “The Witch of Portobello”(2006); Vida: Citacoes selecionadas atau “Life: Selected Quotations”(2007); O Vencedor esta So atau “The Winner Stands Alone”, O Mago The Wizard  “Biografi karya Fernando Morais” (2008).


2 komentar: