SERIAL MENGENAL
(DAN ANDAI BISA PERDULI)
BANGUNAN BERSEJARAH
DI SEMARANG
"If history were taught in the form of stories, it would never be forgotten"
Rudyard Kipling
Bagi orang yang pernah lahir, dan tinggal serta pernah berpergian ke Semarang pasti tahu atau minimal mendengar nama Gereja Blenduk yg tepat berada di Jl. Letjend. Suprapto no. 32, yang sekarang bernama Gereja Immanuel, Gereja Kristen Protestan. Merupakan salah satu icon Kota Semarang, dan menjadi titik pusatnya Kawasan Kota Lama Semarang. Salah satu peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya bagi kota Semarang. Merupakan gereja tertua di Jawa Tengah bahkan di Pulau Jawa.
Bentuk Gereja Blenduk yang Sekarang ini dengan Kubah diatas bangunan Utama menyerupai bentuk separuh bola yg dibelah (dalam istilah jawa disebut Mblendhuk atau Blenduk) dan dengan dua menara disisi Kanan dan Kirinya. Nama asalnya sebenarnya adalah "Protestantse Koepelkerk". Secara keseluruhan bangunan berbentuk heksagonal (persegi delapan) ini, adalah hasil pengembangan dan renovasi besar-besaran yang dilakukan oleh arsitek W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde pada tahun 1894-1895, dengan menambahkan dua buah menara, dari bangunan aslinya yang dibangun pada tahun 1753. Renovasi ini terkait dengan rencana besar Pemerintah Hindia Belanda untuk mengembangkan kawasan tersebut menjadi Pusat Kegiatan dan Pemerintahan Hindia Belanda dengan membangun Komplek Little Netherland, yang terpisah dengan pusat pemerintahan Penguasa Pribumi yang ada di daerah Kanjengan dan Pasar Johar sekarang ini (berjalannya waktu untuk mengurangi atau mendelegimitasi kesakralan pengaruh Penguasa Pribumi, Pemerintah Hindia Belanda sengaja membangun publik area disekitar Pusat Kekuasaan Penguasa Pribumi dengan salah satunya dibangun Pasar Johar pada tahun 1936, sebagai pasar modern dan termegah se Asia Tenggara pada jamannya, tepat disamping Pusat Pemerintahan Penguasa Pribumi, Kanjengan).
Pembangunan Kawasan little Netherland dilakukan sesuai dengan rencana Pemerintah Hindia Belanda yang membuat blue print untuk menjadikan Semarang Sebagai Kota Pusat Perdagangan Pemerintah Hindia Belanda. Sejak direnovasinya gereja inilah dimulainya pengembangan besar-besaran di kawasan ini, seperti Kantor Asuransi, Kantor Pelayaran dan Angkutan Laut, Gudang Besar, Stasiun Besar Tawang, Laboratorium gula yang termodern pada masa itu (gula adalah komoditi emas pada jaman itu, setelah era keemasan komoditi cassava atau singkong surut, dan pada era tersebut Semarang menghasilkan seorang Taipan atau konglomerat terkaya se Asia Tenggara bernama Oei Tiong Ham, asli Semarang Keturunan Cina, yang sangat jeli melihat peluang bisnis setelah mewarisi bisnis hasil bumi dengan komoditas utama cassava dari orang tuanya, dia ganti dengan gula, pada masa kejayaannya dia menggerakan bisnisnya di dua tempat di Semarang dan di Singapura, bahkan di Singapura sampai sekarang ada Jl. dan Taman yang dinamai dengan namanya, Oei Tiong Ham Road dan Oei Tiong Ham Park).
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sejarah Gereja Blenduk ini sebenar sudah ada sebelum Belanda menguasai Pulau Jawa atau Semarang. Cikal bakal Gereja Blenduk ini adalah sebuah Gereja Peninggalan kolonial Portugis yang pada waktu itu berkuasa di Indonesia secara keseluruhan dan di Semarang secara khususnya, sebelum dikalahkan oleh Belanda, dulunya adalah sebuah gereja kecil yang terbuat dari kayu dengan model rumah panggung khas jawa berbentuk limasan, baru pada tahun 1753 itulah kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda ditempat itu dibangun Gereja Blenduk dengan bentuk hanya berupa bangunan utama beserta kubahnya. Sampai sekarang tidak diketahui siapa Arsitek yang pertama kali membangun Gereja Blenduk ini. Dan ada satu hal yang menurut saya luar biasa, bahwa setiap renovasi ataupun penambahan bangunan gereja selalu didokumentasi dan dituliskan tahun pelaksanaannya dalam prasasti yang ada didalam gereja, sehingga sejarah bangunannya tercatat.
Banyak orang mungkin juga tidak tahu bahwa toleransi beragama di Semarang sejak jaman dahulu sangat tinggi, dalam sejarahnya Kota Semarang tidak ada konflik secara horizontal yang terjadi karena perbedaan agama, dan dalam sejarahnya Gereja Blenduk ini pernah dijadikan Gereja Bersama Sementara oleh Umat Kristen Katholik dan Kristen Protestan pada awal abad 20, tepatnya sekitar tahun 1909, sebelum Komplek Bangunan Gereja Khatolik Gedangan selesai dibangun, padahal pada masa-masa itu masih sering terjadi konflik, dan friksi dengan perbedaannya masih tinggi antara Kristen Protestan dan Kristen Katholik. Dan dalam Sejarahnya di Semarang Masjid Agung Semarang yang saat itu berada di Kauman tidak pernah diusik oleh Pemerintah Hindia Belanda walau saat itu sedang gencar-gencarnya agenda pendeligitimasian Penguasa Pribumi, bahkan justru kegiatan Masjid Agung Semarang dijaga dan dikembangkan, salah satunya mendukung pelaksanaan budaya Dugderan yang diadakan pada sore sehari sebelum pelaksanaan Puasa Ramadhan dilaksanakan, yang asli dulu selalu dipusatkan di Masjid Besar Kauman saat menyambut Dimulainya Hari Pertama Puasa Ramdhan bagi Umat Islam, dengan mengijinkan dan meminjamkan Meriam yang dibunyikan setelah Bedug yang ada di Masjid Besar Kauman dibunyikan (disinilah asal muasal kata Dugder, Dug dari suara Bedug yang dipukul, setelah itu Der dari suara meriam yang dibunyikan, untuk Sejarah Masjid Kauman akan tertuang dalam tulisannya selanjutnya).
Selain Pembangunan Dua Menara pada Renovasi yg dilakukan tahun 1894-1895 itu juga melakukan penyempurnaan gedung sehingga menghasilkan sebuah karya arsitek yang berimbang dengan komposisi sempurna. Pintu-pintu masuknya bergaya klasik dan kubahnya yang besar terbuat dari tembaga sungguh amat indah mengagumkan. Interiornya juga cantik, dihiasi lampu gantung kristal, bangku-bangku ala Belanda dan kursinya semua masih asli. Lalu ada orgel Barok nan indah (orgel adalah alat musik tiup yang biasa terdapat di dalam gereja-gereja di Eropa pada masa itu, sudah ada didalam gereja sejak tahun 1753), yang sayangnya sejak tahun 1970 sudah tidak bisa dipakai (rusak). Bahkan tak ada ahli yang dapat memperbaikinya. Tangga dari besi cor (lebur) menuju ke orgel Barok itu buatan perusahaan Pletterij, Den Haag. Warisan sejarah tak ternilai harganya ini sungguh sayang kalau tidak terawat dan dilestarikan. Pada tahun 2002, karena terjadi kerusakan struktur pondasi sehingga mengalami kemiringan, oleh Pemerintah dilakukan renovasi yang sempat menimbulkan kekhawatiran justru akan membuat rubuhnya bangunan, namun pada akhirnya berhasil dan pada tahun itu juga dilakukan pengecatan ulang dan membuat taman dan pagar untuk mempercantik rupa dan halaman Gereja Blenduk ini.
Gereja Blenduk membuka pintu untuk para wisatawan yang ingin berkunjung melihat kemegahan arsitektur peninggalan kolonial ini, termasuk bagi para wisatawan non kristiani. Bila berkeinginan untuk datang ke sana, untuk umat Kristiani bisa langsung masuk saat kebaktian gereja tersebut, untuk Wisatawan dibuka dari jam 06.00-18.00 WIB. Pengunjung dikenakan biaya masuk (sekitar) Rp. 20.000,- sayangnya saat saya mengambil pic ini tidak dapat masuk kedalam karena sedang ditutup sementara untuk perawatan dan pembersihan Gereja akibat sempat terkena banjir sehari sebelumnya.
Semarang, 5 Februari 2014
Image hitam putih bersumber dari :
COLLECTIE TROPENMUSEUM
Artikel manarik... Saya ingin berbagi article tentang Duomo di Milan di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/03/milan-di-piazza-del-duomo.html
BalasHapusLihat juga video di youtube https://youtu.be/GkJmdx6yrAo