Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Februari 2014

“THE ALCHEMIST “ - PAULO COELHO

Review Buku,

Buku ini buat saya sangat bermakna sekali, ketika mendapatkan buku ini dalam bentuk ebook dari teman mblusukan, (karena sangat menarik akhirnya saya beli buku cetak nya juga). Pada saat membaca buku ini saya sedang mengalami pergolakan didalam batin yang sangat luar biasa, disaat sedang dan baru saja lepas dari suatu keadaan batin dan kesehatan dalam titik nadir terendah di hidup saya, banyak hal dari buku ini yang menginspirasi hidup saya, selain kepasrahan dan sifat nekat saya dengan mblusukan kemana mana, bahkan boleh dikata seperti orang tidak takut resiko, memacu sampai batas limit kemampuan diri dan tubuh saya, dengan niat kalaupun besok-besok tidak bisa lagi menikmati mblusukan kenapa nggak dilakukan sekarang saja. Dengan menapak tilasi kembali jalur-jalur mblusukan saya pada masa muda, naik gunung, jalan ke pantai, iseng-iseng ikut panjat tebing di kampus Anak tetangga, susur gua, nongkrong dialam terbuka keluyuran mengikuti kemana arah kaki dengan senaknya sendiri.


“THE ALCHEMIST”

Kembali ke Buku The Alchemist, Buku ini adalah buku yang tidak begitu tebal sekitar dua ratus halaman, mengisahkan tentang seorang Pemuda yang menjadi penggembala bernama Santiago yang memiliki mimpi dan memutuskan untuk mewujudkan nya dan meninggalkan zona nyaman dia di Spanyol pergi menuju Mesir untuk menemukan Piramida yang muncul berkali kali dalam mimpinya.

Membaca buku Coelho yang paling fenomenal ini, yang telah diterjemahkan ke dalam 56 bahasa dan terjual sebanyak 11 juta kopi lebih. Membuat rasa ingin tahu dan penasaran saya kumat untuk mengetahui latar belakang sang penulis, yang tanpa pernah merasa bosan membaca ulang dan browsing mencari biografi dan data-data dirinya, apalagi dalam buku ini, dia banyak menceritakan tentang pergolakan batin dan perjalanan hidup Santiago yang tampak seperti sangat nyata walau ada dibumbui cerita dongeng juga, dalam benak saya menduga bahwa buku ini ditulis berdasarkan pergulatan batin yang dialami penulisnya.

Ternyata memang benar, kehidupan Coelho sangat penuh liku dan menghadapi perjuangan yang tidak mudah, yang sangat menguras tenaga, batin dan bahkan akal sehat dia, namun sekaligus dalam proses perjalanan hidup ini, dia  mendapat pencerahan yang luar biasa, dalam mengejar impiannya untuk menjadi seorang penulis.

Coelho kecil dilahirkan di dalam sebuah keluarga kelas menengah di lingkungan perkotaan. Ayahnya Pedro adalah seorang arsitek, dan ibunya Lygia adalah seorang ibu rumah tangga. Pada umur tujuh tahun, Coelho dimasukkan ke sekolah Jesuit San Ignacio di Rio de Janeiro oleh kedua orangtuanya. Pada saat itu, dia sebenarnya tidak betah dengan kehidupan sekolah Jesuit yang mewajibkan semua siswanya untuk menjalani ibadah secara ketat. Seorang Coelho kecil tidak betah sekolah di sekolah Jesuit ini. Meskipun Coelho kecil tidak terlalu betah belajar di sekolah Jesuit, namun ternyata di sekolah ini pula untuk pertama kalinya bakat menulisnya mulai terlihat. Dia memenangkan sebuah kompetisi menulis puisi di sekolahnya, dan bahkan adiknya, Sonia,berhasil memenangkan lomba esai hanya dengan bermodalkan karya kakaknya yang telah dibuang ke keranjang sampah.

”Sehingga dalam buku ini dipersonifikasikan dalam diri seorang Santiago sebagai tokoh utama dalam buku ini, seorang penggembala domba. Hidupnya tak lepas dari perjalanan mencari padang rumput, tidur bersama domba-domba, dan menjual bulu domba di kota. Hidupnya berubah ketika Santiago didatangi sebuah mimpi tentang piramida-piramida di Mesir, dan setelah berkomunikasi dengan sang Alkemis, akhirnya Santiago memutuskan untuk melakukan perjalannya ke Mesir. Penokohan Santiago seorang penggembala domba, yang untuk mengejar mimpinya dia menjual dombanya, hal ini menceritakan bagaimana rasa keinginan masa kecil Coelho yang tidak betah sekolah disekolah jesuit. (Menggembala domba banyak dipersonifikasikan dengan urusan tentang agama)”.


Bahwa pengalaman spiritual tidak hanya didapat dari ajaran agama saja tapi dapat juga diperoleh dari alam dan proses menjalani perjalanan hidup kita sebagai manusia untuk  mengejar impiannya.


Meskipun Coelho sangat berbakat menjadi penulis, ternyata orang tuanya tak pernah berharap agar anaknya kelak menjadi sastrawan. Mereka lebih suka jika kelak anaknya menjadi arsitek atau ahli hukum sebagai suatu pekerjaan yang dianggap bagus dan mempunyai masa depan dan terhormat. Kedua orang tuanya berusaha sekuat tenaga agar anaknya tak semakin dekat dengan dunia tulis menulis. Namun tampaknya Coelho bukanlah tipe anak yang penurut. Larangan orang tuanya dan perjumpaannya dengan buku Henry Miller berjudul "Tropic of Cancer" semakin mengobarkan semangat pemberontakannya.


“Hal ini digambarkan dalam buku ini, saat Santiago jatuh cinta pada anak pemilik toko kelontong tempat dia menjual bulu dombanya, yang sangat cantik, yang rambutnya dan wajahnya sangat mempesona Santiago, dan membuat Santiago jatuh cinta dan ingin menetap didesa tersebut.  Namun disaat yang sama Santiago selalu dibayangi oleh mimpinya untuk mengunjungi piramida di mesir, sehingga akhirnya dia memutuskan untuk menjual dombanya guna membiayai perjalanannya meraih impiannya mengunjungi piramida”.


Bahwa kadang keberhasilan dan kebahagian dalam pencapaian hidup selalu diukur dengan melihat ukuran orang lain dan pandangan orang lain, bukan karena kebahagian yang sesuai dengan impian kita sendiri, sesuai dengan sesuatu hal yang membuat diri kita bahagia, yang sering kali kita menyadari pada saat telah lewat, dan sering kali kita melupakan bahwa hidup manusia telah digariskan oleh Tuhan melalui tanda-tanda dari DIA dan kita sering kali kita tidak peka atau tidak mau memahami dan membaca tanda-tanda yang berikan oleh Tuhan kepada kita.


Ayahnya melihat hal ini sebagai sebuah gejala gangguan kejiwaan dan akhirnya memasukkan Coelho kecil ke sebuah rumah sakit jiwa. Dirumah sakit jiwa itu, Coelho harus menjalani terapi electroconvulsive, terapi dengan menyetrumkan aliran listrik ke tubuh penderita gangguan jiwa. Terapi ini tentunya bisa berdampak buruk pada jaringan saraf manusia. Coelho sempat dua kali keluar masuk rumah sakit jiwa sebelum akhirnya dinyatakan sembuh. Dan Coelho tetap dengan niat dan minatnya untuk menjadi Penulis.

 (Terapi ini akhirnya dilarang di Brasil setelah Coelho mengungkap praktik keji ini di dalam novelnya “Veronika Memutuskan Mati”)


”Hal ini digambarkan buku ini, pada perjalanan seorang Santiago dalam mengejar mimpinya mengalami banyak cobaan dan penderitaan bahkan dirampok dan dibohongi orang,  namun dia tetap keukeuh mengejar impiannya, disepanjang perjalanannya dia menemukan berbagai macam karakter unik, dan semakin membuat dia yakin akan penting nya mewujudkan mimpi. Dalam buku nya juga selalu menyebutkan istilah semesta mendukung, karena begitu kita berikrar akan muncul berbagai pertanda disepanjang jalan hidup kita sehingga membuat kita semakin dekat pada apa yang kita impikan. Kalimat ini muncul berkali kali khususnya dari sang Alkemis, sosok yang akhirnya di jumpai si gembala dalam perjalanan nya”.

Bahwa dalam mengejar impian atau tujuan hidup memang tidak mudah, kita akan diuji oleh cobaan dan kejadian kejadian dalam kehidupan kita yang sejati nya akan mengajari kita kebajikan dan menjadi pribadi yang utama, dan seyogya nya kita tidak gampang menyerah dengan keadaan. Dan kebanyakan kalau kita sungguh-sungguh dalam mengejar impian kita akan ada saja yang membantu kita dalam perjalanan mencapai impian atau atau tujuan hidup kita.

Tak lama setelah keluar dari rumah sakit jiwa, Coelho kemudian bergabung dengan sebuah kelompok teater dan bekerja sebagai seorang jurnalis.

(Di mata orang tuanya dan juga umumnya masyarakat Brasil pada masa itu, dunia jurnalistik identik sebagai sebuah dunia yang tak bermoral).

Karena takut anaknya akan mendapat pengaruh buruk, orang tua Coelho melanggar janjinya untuk tidak akan memasukkan anaknya kerumah sakit jiwa lagi. Dan Coelho pun menjadi pasien rumah sakit jiwa untuk ketiga kalinya. Setelah keluar dari rumah sakit, Coelho menjadi semakin asing dengan lingkungan sekitarnya dan asyik dengan dunianya sendiri. Dalam keputusasaan, orang tuanya memanggil seorang dokter untuk memeriksa keadaan anaknya. Dokter ini menyatakan Coelho sebenarnya tidaklah gila dan tidak seharusnya dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa.

“Hal ini diceritakan bagaimana cobaan yang dialami Santiago cukup berat, mulai dari kehilangan seluruh hartanya, harus berhenti mengejar mimpinya dan bekerja paruh waktu di sebuah toko kristal, dan sukses menerapkan blue ocean dengan menggunakan teh campur mint sebagai cara menjual peralatan minum kristal disalah satu puncak bukit di perbatasan Spanyol dan Afrika. Dan bagaimana banyak orang yang menyangsikan kemampuan dirinya dapat mencapai impiannya, bahkan pemilik toko itu juga menahan dirinya untuk tidak pergi, karena sejak kedatangan santiago toko yang tadi sepi menjadi ramai, dan terungkap bahwa ada satu impian sang pemilik toko dari masa mudanya untuk naik haji tidak kesampaian, karena dia tunda-tunda, yang akhirnya harus dia sesali dimasa tua nya, pada akhirnya pemilik toko tersebut mengikhlaskan kepergian Santiago, apalagi dalam diri Santiago merasa sangat asing dengan tempat itu”.

Bahwa dalam proses pencarian impian atau tujuan hidup kita, kadang akan diuji dengan kehilangan yang sangat berarti dalam hidup kita atau sesuatu yang awalnya menjadi sarana  dan semangat untuk mencapai tujuan hidup kita, namun tiba tiba hilang, atau bahkan dianggap tidak sesuai dengan sekitar kita, Alangkah Baiknya kita tetap berjalan untuk mencari dan mencapai kebahagian kita. Walau kadang hal tersebut harus menghentikan sementara, tetapi bukan berarti berhenti untuk selamanya apalagi menunda-nunda, yang seharusnya dengan tetap melanjutkan perjalanan mencapai impian atau tujuan hidup kita akan kita temukan apa yang selama ini kita cari dalam hidup kita.

Setelah “sembuh” dari gangguan kejiwaannya, Coelho kembali melanjutkan studinya di sekolah hukum, dan tampaknya dia akan mengikuti rencana orangtuanya. Namun, tak lama kemudian Coelho malah drop out dan kembali menekuni dunia teater. Ikut gerakan Menentang Rezim Militer di Brasil bahkan sempat masuk penjara pada umur 26 tahun. Siksaan penjara ternyata membekas sangat dalam di dalam dirinya, Coelho menghentikan segala kegiatan “subversif” nya dan memutuskan untuk menjalani kehidupan yang lebih “normal”. Dia bekerja di Polygram, sebuah perusahaan rekaman,dan bertemu perempuan yang nantinya menjadi istrinya di sana. Pada tahun 1977, Coelho dan istrinya pindah ke London. Setelah lama terpendam, hasrat menulis Coelho bangkit kembali. Dia lalu membeli sebuah mesin tik dan mencoba menulis lagi. Usahanya tidak terlalu berhasil.

Setahun kemudian, Coelho kembali ke Brasil dan bekerja sebagai salah seorang eksekutif di CBS, perusahaan rekaman terkemuka di Brasil. Pekerjaan ini hanya ditekuninya selama tiga bulan karena dia mengundurkan diri selepas bercerai dengan istrinya.

Pada tahun 1979, Coelho bertemu dengan Christina Oiticica, teman lamanya. Tak lama kemudian mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Pernikahannya yang langgeng mereka berdua masih tetap bersama hingga hari ini. Setelah peristiwa buruk di masa lalunya, Coelho seakan enggan mewujudkan impiannya untuk menjadi penulis. Istrinya adalah orang yang senantiasa mengingatkan Coelho tentang impiannya untuk menjadi penulis. Tanpa kenal lelah, dia terusmendesak Coelho agar mau menulis lagi. Akhirnya, setelah melalui pergulatan batin yang panjang, Coelho menulis buku pertamanya yang berjudul Arquivos do Inferno (Hell Archives) pada 1982 dan dilanjutkan dengan buku O Manual Práticodo Vampirismo (Practical Manual of Vampirism). Walaupun tidak laku dipasaran namun dari situ kemudian terbitlah karya-karya buku dia lainnya. Bahkan Coelho termasuk pengarang yang produktif karena setahun sekali dia bisa menerbitkan satu buku.

“Fase ini digambarkan dalam buku ini, pada perjalanan yang kedua nya Santiago mengejar mimpinya yang sempat tertunda karena harus mencari duit dahulu untuk biaya mengejar impiannya dengan ikut bekerja di sebuah toko cristal, yang sempat lama tertunda karena ditahan oleh pemilik toko yang merasa tidak rela kalau ditinggal oleh Santiago yang telah menghidupkan kembali toko cristal dia yang hampir bangkrut, yang sempat membuat dilema bagi diri Santiago, namun setelah bertemu kembali dengan sang Alkemis akhirnya dia berniat bulat untuk melakukan perjalanan nya kembali. Perjalanan yang menempuh gurun yang gersang, yang akhirnya terjebak badai di salah satu oase dan lagi-lagi Santiago harus kehilangan seluruh hartanya, Hingga akhirnya ia bertemu dengan sang Alkemis, setelah melalui perjalanan yang hampir merenggut nyawa, terjebak diantara perang antar suku diMesir.  Santiago justru secara tidak sengaja dalam mengejar impiannya dia menemukan cintanya pada sosok Fatima.

Sang Alkemis mengajarkan nya banyak hal, termasuk membuatnya bisa bercakap-cakap dengan gurun, matahari, dan bahkan “Sang Penulis Kehidupan”. Perjalanan panjang ini mengantarkannya ke tempat semula ia menggembala kambing-kambingnya, dan menemukan harta karun yang terkubur di bawah pohon tempat ia sering istirahat bersama domba-dombanya. Diakhir buku ditutup dengan dialog antara Santiago dengan sang Alkemis yaitu  "Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?" tanya Santiago, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu.  "Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada”.“

 Bahwa Cobaan kadang membuat kita menyerah pada keadaan, namun dengan menyerah justru kadang malah semakin menghancurkan diri kita, karena dijauhkan dengan impian kita, impian ataupun tujuan hidup harus dikejar dan diperjuangkan. Sebaik dan sebijaknya kita tidak menyerah pada keadaan, karena semakin banyak cobaan, masalah dan hal yang merintangi dalam proses pencapaian impian kita semakin membuat kita lebih kuat, lebih bijak dan lebih menguasai pemahaman serta pengetahuan, yang justru pada akhirnya secara tidak kita duga, kita akan menemukan Kebahagian sejati kita, karena kita mau berjuang mencapai impian kita tanpa menyerah, ketika terhenti kita hanya berhenti sementara untuk menyesuaikan keadaan, ataupun ketika sedang terhadang oleh masalah, semua itu justru akan menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan lebih mengagetkan buat diri kita justru bahwa sebenarnya kebahagian dan impian kita ada disekitar kita dan ada didalam hati kita sendiri.



CATATANKECIL:

Membaca Buku The Alchemist ini, seperti melihat rangkaian perjalanan hidup kita sendiri, yang telah kita lalui, sedang kita lalui ataupun bahkan sebagai suatu gambaran dan pembelajaran terhadap perjalanan hidup yang akan kita lalui ke depan.

Ada hal yang menarik dalam buku ini adalah adanya interaksi antara budaya Moor (arab) yang bersinggungan dengan budaya Spanyol, bahkan Coelho pengarang Brazil yang sempat masuk RS Jiwa tiga kali ini (karena konflik dengan orang tua nya), menunjukkan kefasihan nya mengenai Rukun Islam, dan sepinya pasar yang mendadak ditinggalkan para pedagang karena mendengar panggilan Sholat, dalam rangka menjaga keseimbangan dunia dan akhirat. Dan pemahamannya pada Kitab Suci dia Injil. Persinggungan tersebut digambarkan juga saat Si Pemuda akhirnya menemukan cintanya pada sosok Fatima, seorang gadis gurun sebagai klimaks interaksi antara Moor dan Spanyol.

Salah satu kisah yang menarik lainnya yang pernah saya tulis dalam story line pada sebuah foto yang saya upload “adalah cerita tentang seorang lelaki yang melakukan perjalanan sulit dan berat puluhan hari mencari kebahagiaan, bertanya pada seorang yang bijak, dan ketika bertemu dengan sang Bijak di Istana megah dia. Ketika dia berbicara dengan Orang Bijak pemilik Istana itu, mengenai makna kebahagiaan, maka si orang Bijak memberikan sendok dengan beberapa tetes minyak diatas sendok yang tidak boleh tumpah dan memintanya mengelilingi Istana selama 2 jam dan lalu disuruh balik kembali menemui Si Orang Bijak tersebut dengan catatan tidak boleh menumpahkan minyak yang ada diatas sendok itu. Si Anak Laki-Laki berkonsentrasi menjaga agar isi sendok tidak tumpah sekaligus mengabaikan semua keindahan yang ada di Istana, seperti lukisan-lukisan indah, keramik-keramik cantik, arsitektur dan taman-taman yang cantik. setelah waktu yang ditentukan sampai SiAnak menemui si orang Bijak tersebut, namun yang terjadi si Orang Bijak menunjukkan kepada dia, bahwa dengan hanya fokus menjaga isi sendoknya tidak tumpah dia mengabaikan hal-hal indah dalam hidupnya yang diibaratkan sebagai istana dan segala isi nya tadi. Lalu si Orang Bijak kembali memberikan tugas, dan memintanya fokus pada keindahan Istana, Setelah melihat dan merekam segala keindahan yang ada di dalam istana Si Orang Bijak sesuai waktu yang telah ditentukan, Anak Laki Laki kembali menhadap kepada Si Orang Bijak dengan sendok kosong, melihat Si Anak Laki Laki lagi-lagi gagal dalam misi nya lalu Sang Penguasa menasehati Si Anak Laki Laki tadi bahwa makna kebahagiaan sejati adalah menikmati hidup yang diberikan, namun tetap tidak melupakan tugas utama sebagai manusia dan hal-hal yang sudah ada didalam diri kita dan sekitar kita, dan jika kita mampu menjaga dan menikmati keindahan itu semua maka kita akan menemukan makna kebahagiaan”. 



BUKU-BUKU KARANGAN COELHO LAIN NYA :

Pada tahun 1987, Paulo Coelho menyelesaikan novel O Diario De Um Magi (Diari Seorang Magi), yang dalam versi bahasa Inggris diterbitkan dengan titel The Pilgrimage (Ziarah). Buku ini merupakan catatan harian Paulo Coelho selama menjalani ziarah spiritual dari kota Saint Jean Pied de Port di Prancis sampai ke kota Santiago de Compostela di Spanyol. Berbeda dengan dua buku sebelumnya, buku ini cukup sukses di pasaran.

Novel Coelho selanjutnya O Alquimista, The Alchemist (Sang Alkemis) terbit pada tahun 1988. Novel ini adalah tonggak awal yang akan menempatkan nama Coelho dalam jajaran novelis tingkat dunia. Novel ini, berbeda dengan karya-karya Coelho sebelumnya, merupakan sebuah novel simbolik yang kaya akan bahasa-bahasa metafora. Novel ini merupakan hasil kontemplasi Coelho setelah bergulat selama sebelas tahun dengan ilmu alkimia. Novel Sang Alkemis banyakmendapat pengaruh dari Novel Tale of Two Dreamers karya Jorge Luis Borges,seorang sastrawan Brasil kenamaan. Meskipun pada awalnya penjualan novel itutidak terlalu bagus dan sempat dihentikan peredarannya oleh penerbit di Brasil, namun Coelho tidak menyerah dan berjuang mencari penerbit lainnya yang sudi menerbitkan novelnya. Sosok Coelho yang pantang menyerah dalam mengejar impian ini seakan-akan merupakan representasi dari tokoh Santiago sang anak gembala didalam Novelnya Sang Alkemis yang demi mewujudkan impiannya rela mengarungi padang pasir yang ganas. Usahanya ini membuahkan hasil karena Harper Collins, sebuah perusahaan penerbitan internasional, bersedia menerbitkan bukunya. Hasilnya, penjualan novel Sang Alkemis sungguh fantastis dan di luar dugaan. Novel Sang Alkemis hingga saat ini telah diterjemahkan ke dalam 56 bahasa dan terjual sebanyak 11 juta kopi. Novel ini pun menempatkan Coelho sebagai salah satu sastrawan Brasil terbesar.

Setelah kesuksesan novel Sang Alkemis bukan berarti Coelho berpuas diri. Coelho mengeluarkan karya dia lainnya baik berupa novel asli, novel adaptasi, kumpulan cerita pendek, maupun kumpulan artikel. Karya-karya Coelho lainnya adalah :

Brida (1990); O Dom Supremo atau The Gift (1991); AsValkírias atau The Valkyries(1992); Maktub dan Na margem do rio Piedraeu sentei e chorei atau “Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis” (1994); O Monte Cinco atau “The Fifth Mountain”(Gunung Kelima) (1996); Letras do amor de um prophet atau “Love Letters from a Prophet” dan Manual do guerreiro da luz atau “The Manual of the Warrior of Light”(1997);  Veronika decide morrer atau “Veronika Memutuskan Mati” dan Palavras essenciais atau “Essential Words” (1998), O Demonio e a srta Prym  atau “Iblis dan Nona Prym” (2000); Historias para pais, filhos e netos atau “Fathers, Sons and Grandsons” (2001); Onze Minutos atau “Sebelas Menit” (2003); O Genio e as Rosas atau “The Genie and the Roses” dan E no setimo dia atau “And on the Seventh Day”(2004), O Zahir atau “Zahir” dan Caminhos Recolhidos atau “Revived Paths” (2005); Ser como um rio que flui “Like The Flowing River” dan A Bruxa de Portobello “The Witch of Portobello”(2006); Vida: Citacoes selecionadas atau “Life: Selected Quotations”(2007); O Vencedor esta So atau “The Winner Stands Alone”, O Mago The Wizard  “Biografi karya Fernando Morais” (2008).


Sabtu, 19 Oktober 2013

"LES MISERABLES"

Saat lagi santai setelah membuat laporan,  iseng-iseng buka koleksi ebook yang rencananya akan saya email ke seorang teman, ketika melihat ebook “Les Miserables”, jadi teringat pertama kali baca buku ini, pada waktu kelas 2 SMA, akhirnya timbul keinginan untuk menyalin ulang coretan semasa SMA dan merevisi di beberapa bagian.


Senyum-senyum sendiri membacanya, ada coretan yang saya tulis pakai Tinta Merah, tentang kesan membaca buku ini, bukan pada cerita bukunya tetapi pada proses membacanya. Pertama kali baca buku ini dari Bapak, yang katanya diperoleh dari adik bungsu Kakek, dalam edisi Bahasa Inggris. Masih ingat bagaimana ucapan Beliau waktu memberikan buku ini ke saya, “Ini buku baca sampai habis, sungguh sayang kalau sudah pesan berbulan-bulan dan dengan susah payah dikirim ke kita kalau tidak dibaca". Apalagi katanya kamu mau belajar bahasa Inggris, mendingan baca novel yang berbahasa inggris sekalian, Bapak kasih waktu kamu satu bulan,habis itu kamu bikin ringkasannya kasih ke bapak dan kita diskusi satu minggu kemudian" (sempet kepikiran, enak banget si Bapak, saya yang capek baca, beliau nggak perlu repot-repot baca tapi tahu isi bukunya, nyengir sendiri).

Dengan modal bahasa inggris yang “belepotan”, sehingga harus sering buka kamus "John M. Echols dan Hasan Shadily" kumal dan kadang sering mengganggu Pak Tong Tong, pada saat saya tidak mengerti beberapa kalimat dibuku itu (asli bikin pusing kepala sekaligus tertantang untuk menyelesaikan membacanya). Membaca buku ini  bikin lupa waktu, sering ngumpet terus dikamar, bahkan sering kena omel ibu karena makan sambil baca dikamar, kemana-mana bawa buku ini, mana buku nya tebal banget hampir 1500an halaman edisi paperback. Bukunya sampai kumal dan acak-acakan, dan sering diketawain bapak melihat muka kusut saya karena keasyikan baca. “Asyik ya Le bacanya?”.

(sampai sekarang saya masih merasa heran dengan orang-orang yang beli buku untuk dikoleksi dan memperlakukan buku dengan sangat hati-hati tidak boleh ada coretan atau lipatan, tetap nggak habis pikir,yang namanya buku dibaca ya resikonya pasti kelipat atau ketarik atau dicoret-coret jika kita menemukan bagian yang susah atau bagian yang sangat menarik, nggak bisa membayangkan bagaimana mereka membaca sebuah buku, apa nikmatnya membaca buku dengan hati-hati tidak bisa nongkrong santai atau sambil tiduran, atau membaca di perjalanan hanya karena sering fokus untuk menjaga dengan hati-hati agar tidak merusak buku daripada fokus membaca isi buku,.. come on !!!).


"LES MISERABLES"

Kembali ke Buku ini, Buku “Les Miserables” adalah salah satu karya Masterpiece Victor Hugo (22 Februari 1802 - 22 Mei 1885) masuk dalam jajaran Buku Novel Klasik, dari judulnya dalam bahasa perancis sudah kelihatan artinya "Kemalangan ataupun kesengsaraan".Les Miserables pertama kali diterbitkan tahun 1862 dalam 10 jilid di Belgia dan Perancis secara bersamaan dan meraih sukses luar biasa. Mulai tahun 1892, novel ini diterbitkan dalam 9 bahasa  yang berbeda secara simultan. Di Amerika Serikat, Les Miserables memukau khalayak walaupun saat itu tengah berkecamuk perang saudara. Dalam notes ini  resensi buku yang saya bikin sangat panjang. Karena tebalnya buku dan banyak pesan moral yang tersirat dalam buku ini.


Namun tidak banyak orang yang tahu bahwa Victor Hugo menulis buku Les Miserables ini terinspirasi dari kisah nyata seorang Eugene Francois Vidocq, mantan kriminal yang akhirnya menjadi orang terhormat, karena belajar dan memiliki keahlian dalam penyelidikan kriminal dan bekerja di Kantor Polisi bahkan mendapat penghargaan sebagai "Bapak Kriminal Modern Perancis" dan sebagai Detektif Swasta Pertama di dunia)


Tokoh dalam buku ini ada beberapa, Tokoh Utamanya adalah Jean Valjean, seorang bekas narapidana yang tadi nya seorang yang baik yang akhirnya menjadi penjahat yang dijauhi masyarakat, gara gara mencuri sepotong roti karena rasa lapar yang harus dihukum 19 tahun karena setiap melarikan diri hukumannya selalu ditambah, yang akhirnya kembali ke masyarakat dan mendapat penolakan dimana-mana membuatnya dendam dengan keadaan, yang akhirnya tersadarkan oleh perlakuan seorang Uskup kepadanya, dia kemudian bertekad untuk menghilangkan identitas dirinya dengan menggunakan nama lain "Monsieur Madeleine" yang akhirnya menjadi seorang  pengusaha tekstil kaya dan seorang walikota, yang suka menolong warga miskin. Ada Javert seorang Polisi yang sangat kaku menegakkan hukum, seandainya ibunya melakukan pelanggaran hukum, pasti dia pun tidak akan ragu ragu untuk menangkap ibu sendiri, pengabdiannya pada hukum tak terbantahkan. Hukum adalah putih, dan yang bersalah harus dihukum. Ia yang akhirnya menyadari bahwa Jean Valjean terlalu baik untuk dihukum sehingga akhirnya bunuh diri karena rasa bersalahnya. Ada Fantine yang merupakan seorang ibu tanpa ayah yang kehidupannya penuh kemalangan, dan ada sepasang remaja yang jatuh cintaCossette (anak Fantine) dan Marius yang memiliki idealisme yang tinggi.



Buku ini diawali dengan keluarnya Jean Valjean dari di penjara. Seorang Valjean yang awalnya adalah seorang yang baik, karena tanpa pendidikan, dia bekerja seadanya dan semampunya untuk membantu menyambung hidup. Menumpang pada keluarga kakaknya yang juga miskin dengan 7 anak yang harus dihidupinya tanpa suami. Karena tidak dapat menahan rasa lapar Valjean mencuri sepotong roti dari suatu toko roti, yang membawanya di penjara, dan dihukum penjara 4 tahun. Namun hukumannya bertambah beberapa tahun lagi karena dia berusaha melarikan diri. Dan bertambah lagi beberapa tahun karena berusaha kembali melarikan diri. Dan seterusnya sampai total hukumannya menjadi 19 tahun. Bukan hanya penjara, pada saat itu narapidaha juga harus bekerja paksa di sebuah kapal, dengan kaki terantai besi dan tanpa upah, bekerja kasar untuk “membayar”perbuatannya. Berhasil keluar dari 19 tahun masa penahanannya, Jean Valjean membawa setumpuk dendam dan kemarahan kepada masyarakat.

Pada masa itu setiap narapidana akan membawa tanda indentitas berwarna kuning sepanjang hidupnya yang menandakan dirinya adalah penjahat, dan karenanya akan sulit sekali mendapatkan tempat yang layak dimasyarakat. Dengan latar belakang tokoh utama tersebut, Hugo mengalirkan ceritanya.  Diawali dengan berjalannya Jean Valjean sejak melarikan diri dari penjara, dengan baju kotor dan lusuh dan segumpal gembolan kumuh yang disandangnya, mencari-cari penginapan dan makanan. Walaupun ia memiliki uang untuk membayar, tidak ada satu pun penginapan yang mau menerimanya. Sampai seseorang menyarankan untuk mengetuk pintu rumah seorang Uskup di sana. Uskup Myriel merupakan seorang lelaki tua yang tulus dan dihormati di kota itu.

Berbeda dengan semua orang, sang Uskup menerima Jean Valjean dengan tangan terbuka, bahkan memperlakukannya seperti orang terhormat lain, tanpa peduli dengan indentitas si pengunjung. Hal ini membuat Jean Valjean terperangah. Bahkan ia tetap dibela oleh sang Uskup atas perbuatan pencurian yang ia lakukan di rumah Uskup tersebut, Ia mencuri perangkat makan perak milik sang Uskup dan tertangkap. Namun sang Uskup mengatakan bahwa ia yang memberikan pada Jean Valjean agar dipergunakan untuk kebaikan. Hal tersebut membuat pikiran Jean Valjean terguncang dan lalu mempertanyakan arti berbuat baik dan memaafkan.  Jean Valjean akhirnya bebas dan ia berjanji akan mengubur nama Jean Valjean dan berniat menjadi manusia baru yang lebih baik. Sejak itu jejak Jean Valjean menghilang. Javert, polisi yang ditugaskan mengawasi tingkah laku Jean Valjean kehilangan jejak.

Singkat kata, 8 tahun kemudian Jean Valjean muncul sebagai Monsieur Madeleine, walikota Montreuil sur Mer dan pengusaha tekstil yang rkaya. Semua mencintai walikota yang sangat baik ini. Suatu hari ada lelaki bernama Fauchelent yang terjepit gerobak. Butuh 10 orang untukmengangkat gerobak, namun sang walikota sanggup mengangkat sendiri. Dari sinilah penyamaran Jean Valjean terbongkar. Pada saat yang sama, Jean Valjean sudah berjanji akan membantu Fantine untuk menjemput Cosette, anak Fantine. Fantine yang sangat menderita meninggal di rumah sakit dan Jean Valjean melarikan diri dan menjemput Cosette di penginapan keluarga Thenardiers yang jahat. Jean Valjean melarikan diri ke Paris dan bersembunyi di gereja. Saat ituia bertemu dengan Fauchelevent yang ia tolong dan menyembunyikan mereka dengan baik. Jejak Jean Valjean kembali hilang.

Disini Victor Hugo sangat bagus menjalin cerita sedemikian rupa, bagaimana satu tokoh berhubungan dengan tokoh lainnya, suatu masa dengan masa lainnya, atau suatu perbuatan dengan perbuatan lainnya.Dalam penuturannya, Hugo banyak menyiratkan bahwa berbuat baik adalah masalah memurnikan jiwa dan bahwa Tuhan bekerja terus menerus menolong diri kita melalui media apa pun, apakah melalui orang-orang yang pernah kita tolong,  atau melalui orang lain, seperti dalam penceritaan mengenai Fauchelevent : ”Sekarang giliranku”. Ia memutuskan bahwa ia akan menyelamatkan Jean Valjean. Ketika teringat kebaikan hati nurani Jean Valjean yang tidak menimbang sedemikian lama ketika menjepitkan dirinya sendiri di bawah kereta untuk menarik tubuhnya keluar.

Tokoh Fantine, yang berjuang dengan rela memberikan hidupnya demi kebaikan hidup anak perempuannya, Cossette. Pada jaman dahulu ada Stigma buruk yang melekat erat pada diri seorang perempuan yang memiliki anak tapi tidak bersuami, hal ini sangat menyulitkan hidup Fantine, yang akhirnya atas kebaikan Monsieur Madeleine diajak untuk bekerja dan tinggal dengan dia.

Tokoh Javert,  seorang Polisi dengan penciumannya yang tajam, telah lama mencurigai sang walikota sebagai seorang penjahat yang melarikan diri dan menyamar. Didasari dengan nilai moralnya yang kaku, Javert bertekad mencari bukti-bukti yang memperkuat dugaannya dan melakukan apapun untuk menangkap sang walikota.

9 tahun kemudian, diceritakan, Revolusi Perancis dimulai setelah meninggalnya Jean Maximillien Lamarque. Dia dikenal sebagai satu-satunya pejabat yang peduli pada nasib orang miskin. Para pelajar seperti Marius Pontmercy dan Enjolras memulai revolusi bersama rekan pelajar dan pemuda lain. Mereka juga dibantu mata-mata kecil mereka yang bernama Gavroche. 

Marius bertemu Cosette remaja dan mereka langsung jatuh cinta. Di saat itu, ada seorang gadis yang jatuh cinta pada Marius bernama Eponime Thenardiers. Bisa ditebak, ia adalah anak sulung suami istri Thenardiers yang sangat jahat. Mengetahui cintanya bertepuk sebelah tangan, Eponime Thenardiers bergabung dalam revolusi. Beruntung, mempunyai orang tua jahat tak membuat hati Eponime jahat. Ia mewarisi kelicikan orangtuanya, namun tetap menolong Jean Valjean dan Cossette ketika rumah mereka akan didatangi. 

Revolusi Perancis dimulai pada proses pemakaman M. Lamarque. Semua warga Paris (Parisien) diminta membantumengeluarkan semua benda dan mebel untuk membuat barikade. Saat itu, Jean Valjean menemukan surat cinta Marius pada Cosette dan memutuskan menyelamatkan pemuda itu. Ia menyelinap ke barikade. Dengan bantuan Gavroche yang mengenalinya, ia diperbolehkan masuk. Jean Valjean yang mengetahui bahwa Javert tertangkap pemberontak, segera membantu Javert melarikan diri. 

Tentara Perancis dengan persenjataan lengkap menyerang para revolusioner. Semua pemuda meninggal kecuali Marius yang dilarikan Jean Valjean. Dalam usaha pelariannya itu, Javert menemukan Jean Valjean. Jean Valjean kembali menyatakan akan membantu Marius dulu sebelum ditangkap. Persis seperti permintaan Jean Valjean yang akan menyerahkan diri setelah membantu Fantine 9 tahun lalu. Hati Javert goyah. Manusia sebaik Jean Valjean tak layak dihukum. Sebagai penegak hukum ia harus menangkap Jean Valjean. Akhirnya dengan penuh sesal, ia bunuh diri. 

Ketika sadar dari pingsannya, Marius sangat menyesali kematian semua temannya. Jean Valjean yang menemuinya menceritakan masa lalunya pada Marius dan meminta Marius agar tetap merahasiakan masa lalunya pada Cosette. Ia melarikan diri kembali setelah yakin Cosette bahagia bersama Marius. Jean Valjean kembali ke gereja dan siap meninggal di sana.Cosette dan Marius yang mengetahui keberadaan Jean Valjean segera menyusul sesaat sebelum Jean Valjean meninggal.


Ada banyak pesan moral yang disampaikan oleh Victor Hugo dalam buku ini :

Bahwa kebencian tidak bisa dilawan dengan kebencian, hanya cinta dan kasih sayang yang bisa. Bagaimana Indahnya memaafkan serta besarnya kekuatan cinta dan kasih sayang bisa membukakan dan menyadarkan hati yang dipenuhi dendam.Tergambarkan dalam perlakuan seorang Uskup Myriel kepada Valjean, sehingga bisa mencairkan hati yang membatu karena dendam yang membuatnya sadar dan berniat menjadi orang baik.

Berbuat baik kepada orang tidak perduli kepada siapa saja tanpa mengharapkan balasan, pada saatnya nanti kebaikan kita akan kembali kepada kita, bisa dari orang lain ataupun orang yang pernah kita tolong tanpa pernah kita duga kapan itu terjadi, yang digambarkan dalam diri Fauchelevent ketika diselmatkan oleh Monseiur Madeliene (Valjean) yang akhirnya balik menyelamatkan Valjean.

Lewat penokohan seorang Jean Valjean, kita diajak oleh Victor Hugo untuk melihat bahwa seorang narapidana dengan segala kejahatan, amarah dan dendamnya, bisa kembali menjadi orang baik, disini dapat kita ambil pelajaran sejelek dan seburuk apapun manusia jika punya kemauan untuk menjadi baik, pasti akan menemukan jalannya.

Hidup Jean Valjean mungkin tampak tidak sempurna, namun menurut saya ia telah menjalani hidupnya dengan sangat penuh, sepenuh-penuhnya mengemban tugas yang diberikan Tuhan atas dirinya, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Seperti yang dikatakan oleh Jean Valjean : ”Mati bukanlah soal, yang mengerikan adalah tidak hidup”.

Victor Hugo juga menggambarkan bahwa kebaikan pun bisa datang dari orang yang sangat jahat sekalipun, yang diceritakan dalam tindakan keluarga  Thenardiers yang membantu Cossette dan Valjean melarikan diri. Padahal keluarga Thenardiers terkenal kejam dan memelihara budak yang diperlakukan secara tidak manusiawi.

Bahwa hukum kadang sangat kaku dalam penerapan, tidak perduli pada siapapun diperlakukan dengan sama, namun kadang hukum juga berbenturan dengan rasa keadilan, rasa kemanusiaan dan hati nurani sebagai seorang manusia, yang tergambarkan dalam diri sosok seorang Javert, seorang Polisi yang menjalankan hukum dengan tegas tanpa pandang bulu, namun pada akhirnya mengalami konflik batin antara tugas dan nurani dia sebagai manusia.

Bahwa idealisme seorang pemuda yang tergambar dalam diri seorang Marius, bisa menggerakkan suatu gerakan perubahan atau revolusi, walaupun akhirnya dia menyesali apa yang telah dia perbuat telah mengorbankan para sahabatnya. Seperti kata-kata Bung Karno ". “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”

Notes :
Sudah sempat menonton film dengan judul yang sama "Les Miserables" yang dibintangi oleh Hugh Jackman (Jean Valjean), Russell Crowe (Javert), Anne Hathaway (Fantine), Amanda Seyfried (Cossette) Eddy Redmayne (Marius Pontmercy) Aaron Tveit (Enjolras) dan Daniel Huttlestone (Gavroche) alur ceritanya hampir sama dengan bukunya, namu film ini cenderung menjadi film musikal. 

 Ada satu hal lagi yang sangat menyentuh dalam film tersebut dimana seorang Anne Hathaway (yang memerankan Fantine yang penuh kemalangan) sangat bagus menyanyikan sebuah lagu yang jadi soundtrack film ini yang berjudul "I Dreamed a Dream" dengan suara dan penghayatannya yang sangatl uar biasa, waktu nonton secara utuh di youtube terlihat begitu berasa penjiwaannya.


#seulas senyumtipis inspirasi



Sabtu, 12 Oktober 2013

"The House of Spirits" - Isabel Allende

Review Buku "The House of Spirits" atau dengan judul Asli dalam edisi bahasa Spanyol"La Casade Los Espiritus" yang dialih bahasakan oleh Ronny Agustinus kedalam Edisi Bahasa Indonesia dengan judul "Rumah Arwah"


Ketika membaca buku ini dari awal sampai pertengahan, sempat ada keinginan untuk menghentikan membaca, karena diserang oleh rasa kebosanan, dengan alur cerita yang terlalu detail dan kadang melompat-lompat sudut pandang penceritaan dari sudut pandang oran pertama kemudian tiba-tiba berubah menjadi sudut pandang orang ketiga.

Dan sebenarnya awal membaca buku ini mendapatkan kesan yang bagus dimana menggambarkan karakter tokoh pria utama nya dari sisi gelap dan karakter jahat lainnya, sehingga sempat berpikir bakal akan banyak konflik psikologis antara peran pria dan wanita, tapi lama-lama bosen juga, (sebagai sesama pria gerah juga.. ahahaha)  kelihatan terasa berlebihan. awalnya saya berpikir Isabel Allende adalah seorang feminis yang sangat keras menyuarakan masalah perbedaan gender, apalagi banyak tokoh utamanya perempuan digambarkan dengan segala kelebihannya.

Melihat keadaan seperti itu,membuat saya berpikir koq isi bukunya tidak sesuai dengan referensi yang saya bayangkan, bahwa buku ini adalah sebuah buku yang bagus, selain itu Saya juga tidak merasakan feel dari buku ini, merasa ada yang salah dari buku ini. Sehingga sempat membuat saya mempunyai niat untuk tidak melanjutkan membacanya apalagi dalam beberapa hari ini diganggu dengan sakit migren dan keinginan untuk mblusukan dan kangen pengen pulang ke rumah.

Namun timbul rasa penasaran saya, terhadap apa sebenarnya isi pemikiran yang melandasi Isabel Allende menulis dengan penokohan yang seperti itu dan sudut pandang penceritaan yang berubah-ubah. Dimana beberapa teman yang pernah membaca buku ini menyuruh saya untuk tetap meneruskan membaca sampai selesai. Apalagi kemudian teringat perkataan bapak saya dulu, yang selalu mengingatkan saya tentang cara membaca sebuah buku yang benar, "kamu tidak akan mendapatkan subtansi, roh atau benang merah dari cerita sebuah buku kalau kamu tidak tahu siapa penulisnya, latar belakang penulisnya, dan (atau) apa yang mendasari mereka menulis buku itu, karena sebuah buku ditulis, pada umumnya dipengaruhi oleh proses kehidupan sang Penulis, entah itu masa kecilnya atau masa mudanya atau masa kininya atau peristiwa yang luar biasa yang mempengaruhi kehidupan penulisnya".

Akhirnya saya melakukan riset kecil-kecilan dengan modal dari "Om Google" untuk mencari tahu siapa sebenarnya Isabel Allende dan secara bersamaan mengulang membaca dari awal lagi. Pada awal membeli buku ini, begitu melihat nama Isabel Allende, ingatan saya langsung mengarah kepada seorang Pemimpin Sosialis yang menjadi Presiden Chili tahun 1970 - 1973 Salvador Allende yang pada tahun 1973 dikudeta oleh militer dibawah pimpinan Augusto Pinochet yang dibantu oleh pemerintah Amerika Serikat, dimana Salvador Allende diracun kemudian dibunuh oleh pengikut Augusto Pinochet. Namun sempet timbul keraguan korelasi antara seorang penulis novel dengan mantan seorang presiden Chili yang termasyhur itu.

Dan ternyata memang benar bahwa Isabel Allende adalah keponakan dari Salvador Allende, Itulah mengapa dalam bukunya dia juga menceritakan kematian Rosa kakaknya Clara (Clara, tokoh utama Wanita dalam buku ini selain Alba cucu dari Clara) yang meninggal karena minum racun yang seharusnya ditujukan kepada Bapaknya sebagai seorang Politikus. Dari sinilah saya mulai bisa merasakan roh dari buku ini.

Ketika lebih dalam lagi melakukan penelusuran saya menemukan lebih dalam lagi siapa sosok Isabel Alende, yang sesuai dugaan saya sebelumnya, Dia adalah salah satu keponakan Salvador Allende. Yang ikut menyaksikan dalam kesunyian atas kekejaman dari kudeta berdarah tersebut. Pada saat itu dia bekerja sebagai seorang wartawati di Chili, itulah sebabnya mengapa gaya penuturannya dalam buku dia berbentuk percakapan dan dengan alur cerita yang detail, karena Isabel Allende memiliki latar belakang sebagai seorang wartawati.

Kudeta Militer yang terjadi di Chili yang meniru gaya Penggulingan Presiden Soekarno yang dilakukan oleh MayJend. Soeharto di Indonesia, di Chili dilakukan sangat terang-terangan dan lebih vulgar serta sadis dan dibantu secara langsung oleh Pemerintah Amerika Serikat. Persis dengan yang terjadi di Indonesia, terjadi pembunuhan dimana-mana terhadap para pengikut setia Allende, baik di kota-kota maupun didesa-desa dan terjadi banyak pemerkosaan terhadap wanita yang keluarganya dituduh sebagai pengikut Allende, ribuan rakyat Chili yang tidak berdosa menemui ajalnya dan jutaan rakyat Chili mengalami siksaan dan kesengsaraan hidup selama 17 tahun dibawah rezim Militer Pinochet.

Itulah mengapa penggambaran seorang Esteban Trueba (tokoh utama pria) sebagai seorang laki laki pemarah, sadis, dan jahat, yang telah mengubah Tres Marias yang terbengkalai menjadi tanah perkebunan yang menjanjikan dan memberikan kekayaan bagi keluarganya sementara penderitaan ada pada buruh perkebunannya. Ia juga kerap berlaku kejam dengan mengambil kesucian gadis gadis perawan desa. Disinilah saya baru bisa melihat benang merah mengapa sosok seorang Esteban Trueba diceritakan begitu kejamnya, karena Isabel Allende ingin mengungkapkan betapa kejamnya rezim Militer Pinochet yang berkuasa secara diktator yang bergelimpangan kekayaandi atas darah dan kesengsaraan rakyat Chili selama 17 tahun kekuasaannya dengan mempersonifikasikan dalam diri Esteban Trueba.

Dalam proses kudeta tersebut membuat Keluarga Allende tercerai berai, Isabel Allende terpisahkan dengan anak dan suami nya dalam proses melarikan diri keluar dari Chili, yang akhirnya dapat berkumpul kembali dengan anak dan suaminya serta mendapatkan suaka politik di negara Venezuela selama hampir 13 tahun lamanya, (sekarang ini Isabel Allende dan keluarganya tinggal di Amerika Serikat). Dinegara Venezuela inilah Isabel Allende hanya dapat meratapi dengan pilu keadaan keluarga besarnya dan kesengsaraan rakyat negaranya. Apalagi pada waktu menulis buku ini dia tidak bisa kembali ke negaranya karena masuk dalam daftar buronan negara Chili dibawah rezim Militer Pinochet. Seorang Isabel Allende muda yang energik, penuh keceriaan, keusilan dan ketika peristiwa kudeta itu terjadi yang merubah hidupnya penuh kesengsaraan dan rasa prihatin yang mendalam terhadap ribuan rakyat Chili yang dibunuh dalam sunyi tanpa dikenali yang menjadi arwah yang tidak bernama. Dan kondisi rakyat dan negaranya yang hanya bisa menerima kekejaman pemerintah rezim Militer Pinochet tanpa bisa melawan. Yang dipersonifikasikan dalam sosok tokoh utama wanita, Clara.

Hal inilah yang mendasari tokoh utama wanita, sosok seorang Clara sebagai seorang gadis muda yang ceria yang memiliki keusilan dan keunikan bisa menggerakan benda tanpa menyentuhnya, bisa meramal masa depan, dan bisa melihat dan berbicara dengan arwah orang yang sudah meninggal, seorang gadis manis anak bungsu yang cuek dan nyentrik. Sifatnya itu sudah terlihat semenjak ia masih kecil. Ia bisa memainkan piano tanpa membuka penutupnya, dan suatu ketika pernah menginterupsi seorang Romo yang sedang berkhotbah, “Ssst! Romo Restrepo! Kalau cerita soal api neraka itu bohong belaka, mampuslah kita semua..”

Dan karena rasa bersalahnya telah meramalkan akan ada kematian dikeluarganya, yang tidak dia duga ternyata yang meninggal adalah kakaknya yang tertua, Rosa, secara tidak sengaja meminum racun yang ditujukan pada bapaknya sebagai seorang politikus, sosok Rosadi gambarkan sebagai sosok yang cantik sempurna dan akan dipersunting oleh Esteban Trueba. Karena rasa bersalahnya atas kematian kakaknya, Clara puasa bicara selama 9 tahun, begitu mau bicara dia meramalkan dirinya sendiri yang akan menikah dengan Esteban Trueba, yang memang kemudian terjadi. Dari sinilah kehidupan yang penuh penderitaan Clara dimulai, harus menerima untuk menikahi pria yang berprilaku jahat dan kasar tanpa didasari cinta. Yang akhirnya lebih tenggelam dalam dunia arwah daripada mencintai suaminya setelah melahirkan ketiga anaknya. Yang membuat Esteban Trueba semakin kejam sikapnya.

Lahirlah anak-anak dari pasangan ini: Blanca, bersifat lembut namun pemberontak, serta si kembar Nicolas dan Jaime, yang berbeda watak.

Pada musim panas keluarga ini ikut Esteban Trueba ke Tres Marias. Seiring remaja, Blanca menambatkan hatinya pada pemuda dekil Pedro Tercero Garcia, anak petani si mandor Pedro Segundo Garcia. Percintaan tersembunyi dua remaja tanggung ini melahirkan Alba, cucu Esteban Trueba yang menjadi anggota keluarga paling disayang oleh Esteban Trueba sekaligus mesin penggerak kisah buku ini. Sosok Alba inilah yang mewakili pandangan Isabel Allende yang sekarang, bahwa Tragedi berdarah diChili harus diterima dengan ikhlas sebagai sebuah peristiwa kelam dalam sejarah Chili, tetapi tetap harus disuarakan dan dibuka, bagaimana kekejaman terhadap kemanusiaan tidak bisa didiamkan.

Tercero Garcia adalah manifestasi seniman rakyat, yang mewakili impian kaum petani mengolah tanahnya sendiri, melalui kisah sederhana dari lagu lagu yang dibawakannya tentang ayam dan rubah. Jika ayam dapat bersatu, demikian isi dongeng rakyat Garcia, maka rubah pun akan takut mengganggu kehidupan mereka. Ayam adalah simbolisme kaum tani. Rubah adalah antagonisme tuan tanah dan pemilik modal yang didukung Rezim Diktator. Kesadaran Garcia juga ditempa seorang pendeta sosialis.

Betapapun Esteban Trueba menyayangi Alba, ia tak pernah memaafkan tindakan Blanca, bahkan terus mencari-cari Tercero Garcia dan berusaha membunuhnya, lewat pertengkaran sengit, hingga meninggalkan cacat pada tangan Garcia. Bertahun-tahun kemudian mereka bertemu lagi, dalam situasi berbeda, di mana Esteban Trueba menjadi tahanan petani Tres Marias dan Garcia datang untuk menyelamatkannya atas permintaan Blanca. Keduanya akan rujuk sesudah Esteban Trueba menyadari aktivitas politiknya, yang berada di tangsi militer, berjalan penuh kelokan tajam, Militer yang membunuh Jaime (dokter pribadi sang Presiden sosialis) dan menyiksa Alba atas dendam pribadi anak haram Esteban Trueba. Suatu kepercayaan naif Esteban Trueba kepada kaum militer lewat kudeta yang disokong negara-negara Barat. Babak kudeta, yang menyuruk keluarga ini hingga tak terperi, merupakan salinan realitas atas peristiwa kudeta Chile pada 1973.

Isabel Allende menggali kehidupan para korban penggulingan berdarah ini sebagai arwah gentayangan yang menggelayuti mendung hitam kediktatoran pemerintahan militer Pinochet. Generasi sesudah transisi rezim kotor ini menanggung beban sejarah maha berat dipundaknya. Mereka terbaring gundah di bahu generasi masa kini, menuntutkedamaian abadi melalui perjuangan yang seringkali bak dongeng sisiphus…


Kesimpulan :
Buku "Rumah Arwah" Isabel Allende menambah deretan gerakan kesusastraan Amerika Latin yang menjangkau dunia internasional. Dengan menggunakan dan mengenalkan "realisme magis" yaitu pendekatan fiksi dengan menggabungkan realitas dan fantasi. Yang menurut saya tidak hanya sebagai fiksi "realisme magis" saja tetapi juga sekaligus sebagai "Fiksi sejarah" tentang kehidupan rakyat Chili dibawah Rezim Pinochet.

Banyak Review buku yang menuliskan bahwa buku ini adalah buku yang menggambarkan perjuangan Feminisme terhadap ketidakadilan dalam perjuangan kesetaraan bagi kaum wanita, kalau menurut saya Isabel Allende dalam bukunya "House of Spirit ini tidak hanya sekedar itu, dia justru memperjuangkan dan menyuarakan hal yang jauh lebih besar lagi yaitu memperjuangkan keadilan dan kemanusian atas kekejaman Tirani dari suatu pemerintahan negara yang sangat kejam, yang selama ini didiamkan kekejaman mereka yang hanya dicatatan sebagai lembaran sejarah usang saja, dan jangan lupa setiap peristiwa sejarah perebutan kekuasaan yang brutal selalu yang menjadi korban kebanyakan adalah para wanita dan anak anak serta masyarakat awam.

Dalam wawancaranya dengan"January Magazine" dia juga menjelaskan bahwa inilah cara dia menyuarakan kekejaman Rezim Diktator ditempat pembuangannya di Venezuela.

Biar tidak penasaran, lebih baik beli dan baca bukunya secara utuh, dan harus sabar karena plot nya mengalir pelan dan banyak detail dan kompleksitas cerita dengan metode percakapan dan juga banyak nama-nama asing yang mewarnai sepanjang cerita.

Serta sudut pandang yang berubah-ubah mendadak sering membingungkan, hal ini dapat dimaklumi, karena buku ini diilhami oleh koresponden yang intens tentang keadaan Chili  antara Isabel Allande dan Kakeknya yang berada di Chili pada tahun 1981, sehingga sudut pandang buku ini berubah-ubah dari sudut pandang orang pertama berubah ke sudut pandang orang ketiga.

Pada Tahun 1982 buku ini dipublikasikan sebagai buku dalam edisi bahasa Spanyol, yang tidak beberapa lama akhirnya mendunia dialih bahasakan ke banyak bahasa, seperti kedalam bahasa Inggris, Prancis dll, termasuk juga akhirnya dalam Bahasa Indonesia.



Masih ada beberapa buku lagi karya Isabel Allende yang layak untuk dibaca :

Portrait in Sephia
Aphrodite
Daughter of Fortune
.....



Hanya satu Kata
Superb!!!
Selamat menikmati Long weekend

#seulas senyum tipisinspirasi