Sabtu, 12 Oktober 2013

"The House of Spirits" - Isabel Allende

Review Buku "The House of Spirits" atau dengan judul Asli dalam edisi bahasa Spanyol"La Casade Los Espiritus" yang dialih bahasakan oleh Ronny Agustinus kedalam Edisi Bahasa Indonesia dengan judul "Rumah Arwah"


Ketika membaca buku ini dari awal sampai pertengahan, sempat ada keinginan untuk menghentikan membaca, karena diserang oleh rasa kebosanan, dengan alur cerita yang terlalu detail dan kadang melompat-lompat sudut pandang penceritaan dari sudut pandang oran pertama kemudian tiba-tiba berubah menjadi sudut pandang orang ketiga.

Dan sebenarnya awal membaca buku ini mendapatkan kesan yang bagus dimana menggambarkan karakter tokoh pria utama nya dari sisi gelap dan karakter jahat lainnya, sehingga sempat berpikir bakal akan banyak konflik psikologis antara peran pria dan wanita, tapi lama-lama bosen juga, (sebagai sesama pria gerah juga.. ahahaha)  kelihatan terasa berlebihan. awalnya saya berpikir Isabel Allende adalah seorang feminis yang sangat keras menyuarakan masalah perbedaan gender, apalagi banyak tokoh utamanya perempuan digambarkan dengan segala kelebihannya.

Melihat keadaan seperti itu,membuat saya berpikir koq isi bukunya tidak sesuai dengan referensi yang saya bayangkan, bahwa buku ini adalah sebuah buku yang bagus, selain itu Saya juga tidak merasakan feel dari buku ini, merasa ada yang salah dari buku ini. Sehingga sempat membuat saya mempunyai niat untuk tidak melanjutkan membacanya apalagi dalam beberapa hari ini diganggu dengan sakit migren dan keinginan untuk mblusukan dan kangen pengen pulang ke rumah.

Namun timbul rasa penasaran saya, terhadap apa sebenarnya isi pemikiran yang melandasi Isabel Allende menulis dengan penokohan yang seperti itu dan sudut pandang penceritaan yang berubah-ubah. Dimana beberapa teman yang pernah membaca buku ini menyuruh saya untuk tetap meneruskan membaca sampai selesai. Apalagi kemudian teringat perkataan bapak saya dulu, yang selalu mengingatkan saya tentang cara membaca sebuah buku yang benar, "kamu tidak akan mendapatkan subtansi, roh atau benang merah dari cerita sebuah buku kalau kamu tidak tahu siapa penulisnya, latar belakang penulisnya, dan (atau) apa yang mendasari mereka menulis buku itu, karena sebuah buku ditulis, pada umumnya dipengaruhi oleh proses kehidupan sang Penulis, entah itu masa kecilnya atau masa mudanya atau masa kininya atau peristiwa yang luar biasa yang mempengaruhi kehidupan penulisnya".

Akhirnya saya melakukan riset kecil-kecilan dengan modal dari "Om Google" untuk mencari tahu siapa sebenarnya Isabel Allende dan secara bersamaan mengulang membaca dari awal lagi. Pada awal membeli buku ini, begitu melihat nama Isabel Allende, ingatan saya langsung mengarah kepada seorang Pemimpin Sosialis yang menjadi Presiden Chili tahun 1970 - 1973 Salvador Allende yang pada tahun 1973 dikudeta oleh militer dibawah pimpinan Augusto Pinochet yang dibantu oleh pemerintah Amerika Serikat, dimana Salvador Allende diracun kemudian dibunuh oleh pengikut Augusto Pinochet. Namun sempet timbul keraguan korelasi antara seorang penulis novel dengan mantan seorang presiden Chili yang termasyhur itu.

Dan ternyata memang benar bahwa Isabel Allende adalah keponakan dari Salvador Allende, Itulah mengapa dalam bukunya dia juga menceritakan kematian Rosa kakaknya Clara (Clara, tokoh utama Wanita dalam buku ini selain Alba cucu dari Clara) yang meninggal karena minum racun yang seharusnya ditujukan kepada Bapaknya sebagai seorang Politikus. Dari sinilah saya mulai bisa merasakan roh dari buku ini.

Ketika lebih dalam lagi melakukan penelusuran saya menemukan lebih dalam lagi siapa sosok Isabel Alende, yang sesuai dugaan saya sebelumnya, Dia adalah salah satu keponakan Salvador Allende. Yang ikut menyaksikan dalam kesunyian atas kekejaman dari kudeta berdarah tersebut. Pada saat itu dia bekerja sebagai seorang wartawati di Chili, itulah sebabnya mengapa gaya penuturannya dalam buku dia berbentuk percakapan dan dengan alur cerita yang detail, karena Isabel Allende memiliki latar belakang sebagai seorang wartawati.

Kudeta Militer yang terjadi di Chili yang meniru gaya Penggulingan Presiden Soekarno yang dilakukan oleh MayJend. Soeharto di Indonesia, di Chili dilakukan sangat terang-terangan dan lebih vulgar serta sadis dan dibantu secara langsung oleh Pemerintah Amerika Serikat. Persis dengan yang terjadi di Indonesia, terjadi pembunuhan dimana-mana terhadap para pengikut setia Allende, baik di kota-kota maupun didesa-desa dan terjadi banyak pemerkosaan terhadap wanita yang keluarganya dituduh sebagai pengikut Allende, ribuan rakyat Chili yang tidak berdosa menemui ajalnya dan jutaan rakyat Chili mengalami siksaan dan kesengsaraan hidup selama 17 tahun dibawah rezim Militer Pinochet.

Itulah mengapa penggambaran seorang Esteban Trueba (tokoh utama pria) sebagai seorang laki laki pemarah, sadis, dan jahat, yang telah mengubah Tres Marias yang terbengkalai menjadi tanah perkebunan yang menjanjikan dan memberikan kekayaan bagi keluarganya sementara penderitaan ada pada buruh perkebunannya. Ia juga kerap berlaku kejam dengan mengambil kesucian gadis gadis perawan desa. Disinilah saya baru bisa melihat benang merah mengapa sosok seorang Esteban Trueba diceritakan begitu kejamnya, karena Isabel Allende ingin mengungkapkan betapa kejamnya rezim Militer Pinochet yang berkuasa secara diktator yang bergelimpangan kekayaandi atas darah dan kesengsaraan rakyat Chili selama 17 tahun kekuasaannya dengan mempersonifikasikan dalam diri Esteban Trueba.

Dalam proses kudeta tersebut membuat Keluarga Allende tercerai berai, Isabel Allende terpisahkan dengan anak dan suami nya dalam proses melarikan diri keluar dari Chili, yang akhirnya dapat berkumpul kembali dengan anak dan suaminya serta mendapatkan suaka politik di negara Venezuela selama hampir 13 tahun lamanya, (sekarang ini Isabel Allende dan keluarganya tinggal di Amerika Serikat). Dinegara Venezuela inilah Isabel Allende hanya dapat meratapi dengan pilu keadaan keluarga besarnya dan kesengsaraan rakyat negaranya. Apalagi pada waktu menulis buku ini dia tidak bisa kembali ke negaranya karena masuk dalam daftar buronan negara Chili dibawah rezim Militer Pinochet. Seorang Isabel Allende muda yang energik, penuh keceriaan, keusilan dan ketika peristiwa kudeta itu terjadi yang merubah hidupnya penuh kesengsaraan dan rasa prihatin yang mendalam terhadap ribuan rakyat Chili yang dibunuh dalam sunyi tanpa dikenali yang menjadi arwah yang tidak bernama. Dan kondisi rakyat dan negaranya yang hanya bisa menerima kekejaman pemerintah rezim Militer Pinochet tanpa bisa melawan. Yang dipersonifikasikan dalam sosok tokoh utama wanita, Clara.

Hal inilah yang mendasari tokoh utama wanita, sosok seorang Clara sebagai seorang gadis muda yang ceria yang memiliki keusilan dan keunikan bisa menggerakan benda tanpa menyentuhnya, bisa meramal masa depan, dan bisa melihat dan berbicara dengan arwah orang yang sudah meninggal, seorang gadis manis anak bungsu yang cuek dan nyentrik. Sifatnya itu sudah terlihat semenjak ia masih kecil. Ia bisa memainkan piano tanpa membuka penutupnya, dan suatu ketika pernah menginterupsi seorang Romo yang sedang berkhotbah, “Ssst! Romo Restrepo! Kalau cerita soal api neraka itu bohong belaka, mampuslah kita semua..”

Dan karena rasa bersalahnya telah meramalkan akan ada kematian dikeluarganya, yang tidak dia duga ternyata yang meninggal adalah kakaknya yang tertua, Rosa, secara tidak sengaja meminum racun yang ditujukan pada bapaknya sebagai seorang politikus, sosok Rosadi gambarkan sebagai sosok yang cantik sempurna dan akan dipersunting oleh Esteban Trueba. Karena rasa bersalahnya atas kematian kakaknya, Clara puasa bicara selama 9 tahun, begitu mau bicara dia meramalkan dirinya sendiri yang akan menikah dengan Esteban Trueba, yang memang kemudian terjadi. Dari sinilah kehidupan yang penuh penderitaan Clara dimulai, harus menerima untuk menikahi pria yang berprilaku jahat dan kasar tanpa didasari cinta. Yang akhirnya lebih tenggelam dalam dunia arwah daripada mencintai suaminya setelah melahirkan ketiga anaknya. Yang membuat Esteban Trueba semakin kejam sikapnya.

Lahirlah anak-anak dari pasangan ini: Blanca, bersifat lembut namun pemberontak, serta si kembar Nicolas dan Jaime, yang berbeda watak.

Pada musim panas keluarga ini ikut Esteban Trueba ke Tres Marias. Seiring remaja, Blanca menambatkan hatinya pada pemuda dekil Pedro Tercero Garcia, anak petani si mandor Pedro Segundo Garcia. Percintaan tersembunyi dua remaja tanggung ini melahirkan Alba, cucu Esteban Trueba yang menjadi anggota keluarga paling disayang oleh Esteban Trueba sekaligus mesin penggerak kisah buku ini. Sosok Alba inilah yang mewakili pandangan Isabel Allende yang sekarang, bahwa Tragedi berdarah diChili harus diterima dengan ikhlas sebagai sebuah peristiwa kelam dalam sejarah Chili, tetapi tetap harus disuarakan dan dibuka, bagaimana kekejaman terhadap kemanusiaan tidak bisa didiamkan.

Tercero Garcia adalah manifestasi seniman rakyat, yang mewakili impian kaum petani mengolah tanahnya sendiri, melalui kisah sederhana dari lagu lagu yang dibawakannya tentang ayam dan rubah. Jika ayam dapat bersatu, demikian isi dongeng rakyat Garcia, maka rubah pun akan takut mengganggu kehidupan mereka. Ayam adalah simbolisme kaum tani. Rubah adalah antagonisme tuan tanah dan pemilik modal yang didukung Rezim Diktator. Kesadaran Garcia juga ditempa seorang pendeta sosialis.

Betapapun Esteban Trueba menyayangi Alba, ia tak pernah memaafkan tindakan Blanca, bahkan terus mencari-cari Tercero Garcia dan berusaha membunuhnya, lewat pertengkaran sengit, hingga meninggalkan cacat pada tangan Garcia. Bertahun-tahun kemudian mereka bertemu lagi, dalam situasi berbeda, di mana Esteban Trueba menjadi tahanan petani Tres Marias dan Garcia datang untuk menyelamatkannya atas permintaan Blanca. Keduanya akan rujuk sesudah Esteban Trueba menyadari aktivitas politiknya, yang berada di tangsi militer, berjalan penuh kelokan tajam, Militer yang membunuh Jaime (dokter pribadi sang Presiden sosialis) dan menyiksa Alba atas dendam pribadi anak haram Esteban Trueba. Suatu kepercayaan naif Esteban Trueba kepada kaum militer lewat kudeta yang disokong negara-negara Barat. Babak kudeta, yang menyuruk keluarga ini hingga tak terperi, merupakan salinan realitas atas peristiwa kudeta Chile pada 1973.

Isabel Allende menggali kehidupan para korban penggulingan berdarah ini sebagai arwah gentayangan yang menggelayuti mendung hitam kediktatoran pemerintahan militer Pinochet. Generasi sesudah transisi rezim kotor ini menanggung beban sejarah maha berat dipundaknya. Mereka terbaring gundah di bahu generasi masa kini, menuntutkedamaian abadi melalui perjuangan yang seringkali bak dongeng sisiphus…


Kesimpulan :
Buku "Rumah Arwah" Isabel Allende menambah deretan gerakan kesusastraan Amerika Latin yang menjangkau dunia internasional. Dengan menggunakan dan mengenalkan "realisme magis" yaitu pendekatan fiksi dengan menggabungkan realitas dan fantasi. Yang menurut saya tidak hanya sebagai fiksi "realisme magis" saja tetapi juga sekaligus sebagai "Fiksi sejarah" tentang kehidupan rakyat Chili dibawah Rezim Pinochet.

Banyak Review buku yang menuliskan bahwa buku ini adalah buku yang menggambarkan perjuangan Feminisme terhadap ketidakadilan dalam perjuangan kesetaraan bagi kaum wanita, kalau menurut saya Isabel Allende dalam bukunya "House of Spirit ini tidak hanya sekedar itu, dia justru memperjuangkan dan menyuarakan hal yang jauh lebih besar lagi yaitu memperjuangkan keadilan dan kemanusian atas kekejaman Tirani dari suatu pemerintahan negara yang sangat kejam, yang selama ini didiamkan kekejaman mereka yang hanya dicatatan sebagai lembaran sejarah usang saja, dan jangan lupa setiap peristiwa sejarah perebutan kekuasaan yang brutal selalu yang menjadi korban kebanyakan adalah para wanita dan anak anak serta masyarakat awam.

Dalam wawancaranya dengan"January Magazine" dia juga menjelaskan bahwa inilah cara dia menyuarakan kekejaman Rezim Diktator ditempat pembuangannya di Venezuela.

Biar tidak penasaran, lebih baik beli dan baca bukunya secara utuh, dan harus sabar karena plot nya mengalir pelan dan banyak detail dan kompleksitas cerita dengan metode percakapan dan juga banyak nama-nama asing yang mewarnai sepanjang cerita.

Serta sudut pandang yang berubah-ubah mendadak sering membingungkan, hal ini dapat dimaklumi, karena buku ini diilhami oleh koresponden yang intens tentang keadaan Chili  antara Isabel Allande dan Kakeknya yang berada di Chili pada tahun 1981, sehingga sudut pandang buku ini berubah-ubah dari sudut pandang orang pertama berubah ke sudut pandang orang ketiga.

Pada Tahun 1982 buku ini dipublikasikan sebagai buku dalam edisi bahasa Spanyol, yang tidak beberapa lama akhirnya mendunia dialih bahasakan ke banyak bahasa, seperti kedalam bahasa Inggris, Prancis dll, termasuk juga akhirnya dalam Bahasa Indonesia.



Masih ada beberapa buku lagi karya Isabel Allende yang layak untuk dibaca :

Portrait in Sephia
Aphrodite
Daughter of Fortune
.....



Hanya satu Kata
Superb!!!
Selamat menikmati Long weekend

#seulas senyum tipisinspirasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar