Tampilkan postingan dengan label Coretan Perjalanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Coretan Perjalanan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Februari 2014

CANDI IJO, JOGJA


Kebudayaan nenek moyang kita sungguh Adi Luhung, kadang kita sering tidak menyadari bahwa Negara Kita, Indonesia, adalah Negara yg sejak berabad-abad yg lampau sudah memiliki kebudayaan dan seni yang sangat tinggi, selain serat kuno ataupun prasasti yg bisa menjadi referensi tentang keadaan sosial dan budaya masyarakat jaman dahulu, kita juga bisa melihat petilasan ataupun peninggalan Budaya yg sangat luar biasa, yg secara kasat Mata bisa kita lihat yaitu berupa Bangunan Candi.


Bagi orang yg memiliki kemampuan ataupun keahlian tentang sejarah masa lampau, dari bangunan candi dapat ditemukan jejak catatan sejarah yg bisa menceritakan keadaan sosial dan budaya pada jaman dahulu, yg bisa dilihat dari relief dan bentuk bangunan candi tersebut dimana dapat menceritakan sejarah dan kebudayaan bahkan juga tatanan masyarakat pada jaman candi tersebut dibangun. Terus terang saja saya pribadi tidak ahli dalam membaca Serat dan prasasti apalagi relief, ornamen dan bentuk bangunan candi, disini saya hanya ingin sekedar membagi info dan mengajak untuk mengagumi dan menyadari bahwa Indonesia sejak jaman dahulu sudah memiliki budaya, seni dan peradaban yg sangat luar biasa bahkan pengetahuan yg sangat tinggi dan juga mengajak untuk melestarikan peninggalan sejarah, terlepas dari segala masalah keyakinan.






Candi Ijo dibangun sekitar abad ke-9, merupakan Candi jaman Hindu, terdiri Satu Candi Utama dan 3 Candi Perwara, berdiri di sebuah bukit yang dikenal dengan Bukit Hijau atau Gumuk Ijo, yang ketinggiannya sekitar 410 m di atas permukaan laut. Karena ketinggiannya, maka bukan saja bangunan candi yang bisa dinikmati tetapi juga pemandangan alam di bawahnya berupa teras-teras seperti di daerah pertanian dengan kemiringan yang curam. Meski bukan daerah yang subur, pemandangan alam di sekitar candi sangat indah untuk dinikmati.





Ragam bentuk seni rupa dijumpai sejak pintu masuk bangunan yang tergolong candi Hindu ini. Tepat di atas pintu masuk terdapat kala makara dengan motif kepala ganda dan beberapa atributnya. Motif kepala ganda dan atributnya yang juga bisa dijumpai pada candi Buddha menunjukkan bahwa candi itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan Hindu dan Buddha. Beberapa candi yang memiliki motif kala makara serupa antara lain Ngawen, Plaosan dan Sari.




Untuk sampai ke lokasi Candi Ijo, dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor, baik sepeda motor maupun mobil, Candi Ijo masih satu wilayah dg candi yg ada di Prambanan, seperti, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Plaosan, Candi Kalasan, Candi Ratu Boko dll. Lokasi Candi Ijo tepat diatas Perbukitan dari Candi Ratu Boko, banyak papan penunjuk jalan yg akan memandu kita kesana, dg catatan kita akan sering melewati tanjakan yg lumayan untuk sampai ke lokasi. Lokasi candi sangat bersih dan terawat dan saat saya kesana sedang dilakukan proses perawatan.



Jogja, Candi Ijo
4 Januari 2014

Notes : Untuk masuk ke Candi Ijo, pengujung harus mengisi Buku Tamu yg ada di Pos penjaga Candi Ijo, dan tidak ditentukan harus bayar berapa Rupiah hanya iuran sukarela, tidak seperti yg diperlakukan di Candi Ratu Boko dimana per orang dikenakan tiket masuk sebesar Rp. 25.000,- (Candi Ratu Boko dalam satu manajemen Pengelolaannya dg Candi Prambanan dan Borobudur)

Rabu, 26 Februari 2014

CANDI RATU BOKO

Prambanan Jogja




Setelah nangkring di Candi Ijo, Karena keasyikan menikmati suasana yg sangat tenang dari pagi sampai siang, apalagi pengunjungnya tdk begitu banyak yg datang ke Candi Ijo, saking larut menikmati suasana di candi yg teduh dan sejuk serta tenang ini, setelah beberapa kali ambil foto, akhir istirahat sambil mengedit dan mengunggah catatan perjalanan ke Gua Jomblang dan Pantai Pok Tunggal, nggak terasa jatuh ketiduran selama hampir satu jam, ngumpet dipojokan dibelakang komplek candi, dibawah rimbunnya pepohonan, diiringi suara gamelan dari rekaman mp3 yg diputar mengiringi beberapa anak SMU yg membuat tugas sekolah, menari di Candi Ijo, jadi pengantar yg sempurna untuk tidur setelah sehari sebelumnya pontang-panting dari Gua jomblang ke Pantai Pok Tunggal berhujan-hujanan ria dan nangkring dipantai, hunting sunset sampai jam 7 malam.




Tiba-tiba kebangun dari tidur karena cacing diperut pada berontak menagih diempani makan, karena sepagian belum ke isi makanan, hanya segelas kupi dan sebotol air mineral. Ditungguin Mas Pinam yg setia ke Candi mengantar kemana-mana. Dan diketawain adik-adik SMU yg sedang membuat tugas, karena melihat saya kebangun kaget dan clingak-clinguk sendiri kebingungan nggak sadar tempat dan waktu. Setelah beres-beres barang bawaan, bareng Mas Pinam turun nyari makan dan menuju Candi Boko, dengan niat mau mencari sunset dan meneruskan explor Candi Ratu Boko yg dulu pernah kesitu tapi tidak sampai selesai muter kesemua komplek.


Setelah membayar tiket masuk seharga Rp. 25.000,- diloket, kemudian dipintu masuk karcis diperiksa dan mendapatkan sebotol air mineral 350 ml, saya masuk menuju kedalam komplek Candi, sambil take pic, sampailah di Pintu Gerbang Pertama, ambil beberapa gambar, selanjutnya melewati Pintu Gerbang kedua, dibelakangnya terhampar lapangan yg luas, sering disebut sebagai alun-alun, disebelah kiri ada tempat upacara pembakaran dan tempat air suci (sayang tdk sempet take pic disitu krn fokus mo ngumber lokasi sunset).





Sekedar informasi tambahan digerbang kedua ada beberapa penduduk sekitar yg menawarkan jasa sebagai tour guide (buat saya sangat terbantu, karena bisa mengindentifikasikan semua nama dan lokasi Candi yg hampir terhampar seluas 25 ha) saya dianter seorang ibu-ibu yg lumayan sepuh berumur sekitar 60 an tahun, gara-gara cucunya maen kejar-kejaran dg kakaknya tahu-tahu dia ikut jongkok disamping saya sehingga terjadi obrolan dg si bocah yg nggak jelas juntrungannya, si ibu tadi datang menawarkan jasanya, namanya entah mbah Mah,  Nah atau Kah saya nggak bisa nangkap secara jelas karena suara cucunya yg teriak-teriak kenceng sambil ketawa ngakak dikelithikan sama kakaknya, namun jangan salah beliau bisa mengantar saya keliling semua komplek tanpa kelihatan kecapaian, sedang saya sendiri ngerasa kaki gempor pegel semua.



Mungkin banyak orang yg sudah mendengar Candi Borobudur dan Candi Prambanan, namun tidak banyak orang yg tahu bahwa Candi Ratu Boko dimasukan dalam Cagar Budaya yg dilindungi dalam satu manajemen pengelolaannya bersama dengan Candi Borobudur dan Candi Prambanan.






Candi Ratu Boko adalah situs purbakala yang merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari komplek Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Luas keseluruhan komplek adalah sekitar 25 ha.


  





Candi Ratu Boko oleh beberapa ahli dianggap sebagai sebuah bekas kraton, pendapat ini berdasarkan penemuan yg ada terlihat pola susunannya seperti pola pemukiman, bahwa komplek ini merupakan bekas Kraton (Istana Raja) bukan Candi atau bangunan Religius, dikomplek ini ditemukan struktur bangunan dengan ditemukannya parit dan dinding benteng, seperti Istana yg dilindungi oleh Benteng, disekitar komplek ini pun ditemukan sisa-sisa pemukiman penduduk. Komplek Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu).



Di Komplek Candi Ratu Boko telah ditemukan dan sudah diidentifikasi oleh tim restorasi Candi Ratu Boko, seperti Petilasan ; Tempat Upacara Pembakaran, Tempat Air Suci, Alun-alun, Paseban (tempat menunggu untuk bisa masuk ke Kraton bertemu Raja), Benteng luar, Benteng dalam, Kraton (terdiri dari Pendopo dan tempat Raja menerima tamu), Tempat Peristirahatan Raja (spot untuk menunggu sunset), Tempat Pemandian, Keputren dan Gua (tempat untuk bertapa).





Dan diyakini bahwa di tempat Paseban, Pendopo, Peristirahatan Raja dan Keputren serta Petilasan bangunan yg lain adalah bangunan yg tertutup, karena disitu ditemukan disisi-sisinya dan dipinggiran bangunan terdapat tempat untuk tiang bangunan dan dinding yg diyakini tiang dan dindingnya dulu ada terbuat dari Kayu.





Untuk menuju ke lokasi Candi Ratu Boko (3 km dari Candi Prambanan) dapat ditempuh dari lampu merah sebelum Candi Prambanan kalo dr arah Jogja melalui Jl. Solo, belok kiri melewati pasar Prambanan, terus melewati lintasan kereta api, nggak jauh dari situ akan kelihatan Papan Penunjuk jalan menuju ke arah Pintu Depan Candi Boko (khusus untuk bus), sedang kalau melalui pintu belakang, dari jalan Raya Pintu Depan terus saja, nggak jauh dari situ ada pertigaan disebelah kiri jalan dengan Papan Penunjuk Jalan yg akan memandu sampai dilokasi.





Jogja
05 Januari 2014

Notes : banyak Gambar disertai dengan penjelasan agar ada benang merah yg disusun berdasarkan urutan tempat, sehingga akan mudah dipahami dg runut, selain itu juga dg harapan bisa lebih meringkas catatan, melihat luasnya lokasi candi yg hampir 25 ha.

STASIUN BESAR TAWANG - SEMARANG

SERIAL MENGENAL
(ANDAI BISA PERDULI)
SEJARAH SEMARANG




Membahas Stasiun Tawang, tidak lepas dari sejarah perkembangan Per kereta-Api an di Semarang atau Pulau Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umum. Semarang merupakan kota yang pertama kali di Indonesia yang memiliki Kereta Api, Jalur Kereta Api dan Stasiun Kereta Api. Sejarah Kereta Api di Kota Semarang Justru dibangun oleh perusahaan Swasta bukan oleh Pemerintah Hindia Belanda, dan tidak Tanggung-tanggung ada 3 perusahaan swasta yang mengantongi ijin untuk membuat jalur dan melayani transportasi dari dan menuju keluar Semarang. Hal ini berhubungan dengan rencana pengembangan Kota Semarang sebagai kota pelabuhan terbesar di Pulau Jawa dan menjadi Kota Perdagangan terbesar di Pulau Jawa oleh Pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, itulah sebabnya Pelabuhan Semarang diberi nama Pelabuhan Tanjung Mas.


Stasiun Tawang Pada Tahun 1920



Ketiga Perusahaan Kereta Api tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda melayani Rute yg terpisah, masing-masing berdiri sendiri ; NIS, SJS dan SJS.


Maskapai NIS
(Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij)


adalah perusahaan swasta yang pertama kali melayani transportasi Kereta Api, dengan Rute Semarang-Tanggung (Tanggungharjo, Grobogan). Pada tahun 1867 mulai diresmikan oleh Gubernur Jenderal Sloet van Den Beler, bermula dari STASIUN SAMARANG NIS (orang Belanda pada Jaman itu menyebut Semarang dengan pengucapan Samarang) yang terletak di Pengapon atau Tambaksari, Kelurahan Kemijen, sampai ke STASIUN TANGGUNG. Jarak antara Stasiun Semarang NIS sampai ke Stasiun Tanggung sekitar 25 Km, yang melewati juga Stasiun Alastuwo. Stasiun Brumbung, Stasiun Gundhi.



Stasiun Kedungjati yang dibangun dikemudian hari. Sejak tahun 1868 untuk pertama kalinya Kereta Api yang mengangkut penumpang diresmikan yang melayani jalur Semarang-Tanggung. Pada Tahun 1873 Jalur kereta ini diperpanjang sampai ke Solo bahkan akhirnya menyambung sampai ke Jogja. Dengan semakin berkembangnya Maskapai NIS dibutuhkan sebuah Kantor yang bisa digunakan sebagai pusat kegiatan usaha maskapai, Sehingga pada Tahun 1908 dimulainya pembangunan kantor tersebut, dikerjakan oleh Arsitek Prof. Klinkkaner dan Quendaag, pada tahun 1920 Kantor tersebut diresmikan dengan sebagai Kantor pusat Maskapai NIS yang sekarang ini lebih dikenal dengan bama "LAWANG SEWU" (Sejarah Lawang Sewu akan dibahas dalam tulisan tersendiri). Luas Stasiun Samarang NIS dahulu lebih luas dari pada Stasiun Tawang yang sekarang, karena pada waktu itu stasiun ini berfungsi juga sebagai depo lokomotif, depo gerbong, kantor dan juga untuk fasilitas pergudangan, sehingga dahulu area sekitarnya disebut juga dengan daerah Spoorland. Pada tahun 1914 fungsi stasiun Semarang NIS Pengapon ini diambil alih oleh Stasiun Tawang, untuk selanjutnya hanya difungsikan sebagai Stasiun Gudang dan Depo perbaikan, seiring waktu stasiun ini tenggelam oleh Rob atau pasang air laut yang semakin hari semakin parah, daerah stasiun ini berubah menjadi tambak dan pada tahun 2008 oleh Pemerintah resmi ditutup.



Maskapai SJS
(Samarang Joana Stoomstram Maatschappij)

Adalah Maskapai Kereta Api nomor dua di Semarang. Pada tahun 1882 SJS mulai melayani jalur Semarang-Juana yang melalui kawasan Rembang, Demak, Kudus, dan Pati, yang kemudian diperpanjang sampai ke Blora dengan rute Semarang-Rembang-Blora dan lantas berlanjut ke Cepu. Stasiun Jurnatan dibangun di Joernatanweg (sekarang Jalan Agus Salim), karena pada masa itu letaknya di tengah kota, Stasiun Jurnatan disebut juga Central Station. Awalnya bangunan Stasiun Jurnatan hanyalah terbuat dari bangunan kayu sederhana. Namun pada tahun 1913 bangunan tersebut dibongkar dan digantikan bangunan baru yang besar dan megah.



Bangunan baru Stasiun Jurnatan memiliki konstruksi atap dari baja dan kaca. SJS lalu membuka lin baru antara Jurnatan-Bulu dan Jurnatan-Jomblang. Ini terjadi pada permulaan tahun 1883. Sangat disayangkan karena kalah persaingan dengan bus pada waktu itu maka pada tahun 1974, stasiun Jurnatan dan jalur Semarang Juana ditutup dialihkan ke Stasiun Tawang, yang selanjutnya difungsikan sebagai Terminal Bus Semarang sampai awal tahun 80 an, namun pada akhirnya stasiun ini dirubuhkan dan dibangun komplek pertokoan yang diresmikan pada tahun 1986.


Maskapai SCS
(Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij)

adalah Perusahaan Kereta Api nomor 3, dengan rute Semarang-Cirebon, Pertama kali stasiun yang digunakan ada di kawasan Pendrikan Lor, di sebelah utara Jalan Indrapasta, pada tahun 1897 dibangun stasiun Pendrikan. Stasiun ini dibangun oleh SCS untuk membuka jalur kereta dari Semarang ke Cirebon. Stasiun ini berfungsi hanya sampai tahun 1914 ketika stasiun SCS yang baru di Poncol selesai dibangun dan mulai beroperasi. Namun daripada disebut stasiun, Pendrikan lebih tepat disebut sebagai halte. Awalnya stasiun ini memang tidak dirancang sebagai tempat naik dan turun penumpang. Pada awalnya para penumpang SCS mengawali dan mengakhiri perjalanannya di stasiun Jurnatan milik Samarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS). Saat ini stasiun Pendrikan telah berubah drastis menjadi sebuah daerah pemukiman penduduk yang padat. Tak heran jika tak banyak warga Semarang yang tahu bahwa dulu di Pendrikan pernah ada Stasiun Kereta Api.



Stasiun baru milik SCS yang terdapat di kawasan Poncol resmi dioperasikan sejak 6 Agustus 1914. Stasiun ini juga dikenal sebagai Stasiun Semarang – West karena letaknya di sebelah pinggir barat Kota Semarang. Stasiun Poncol yang memiliki sebuah jam yang berada di puncak bangunan dirancang oleh Henry Maclaine – Pont. Bagian tengah bangunan stasiun yang merupakan pintu masuk utama dihiasi dengan ubin berwarna hitam dan abu-abu. Pada panel di kiri dan kanan bangun terdapat lambang SCS dan angka tahun 1914 terbuat dari ubin hitam dan keemasan. Sayangnya saat ini semua ornamen itu sudah tidak ada lagi. Selain itu, peron yang semula terbuka sekarang tertutup dinding sehingga kesan ringan bangunan hilang. Saat ini stasiun yang pada masa itu lebih dikenal sebagai Stasiun Semarang – West ini dinamakan stasiun Semarang Poncol. Stasiun Poncol merupakan stasiun pemberangkatan dan kedatangan KA kelas ekonomi.



Pada masa pendudukan Jepang, Kekaisaran Jepang mengubah gauge rel di stasiun Tawang dan Stadiun Gudang yang semula 1435 mm menjadi 1067 mm. Begitu Indonesia merdeka pada tahun 1945, stasiun ini diambil alih oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), perusahaan yang dibentuk pemerintah Indonesia yang sekarang telah berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia Persero. Sehingga Stasiun Besar Tawang dan Stasiun Gudang dapat dihubungkan dengan Stasiun Poncol, sehingga jalur Semarang, Surabaya, Cirebon dan Jakarta bisa dihubungkan.





#selalu ada inspirasi dalam setiap peristiwa


Image hitam putih :
COLLECTIE TROPENMUSEUM
Wikipedia

Minggu, 09 Februari 2014

GEREJA BLENDUK SEMARANG


SERIAL MENGENAL

(DAN ANDAI BISA PERDULI)

BANGUNAN BERSEJARAH 
DI SEMARANG



"If history were taught in the form of stories, it would never be forgotten"
Rudyard Kipling

Bagi orang yang pernah lahir, dan tinggal serta pernah berpergian ke Semarang pasti tahu atau minimal mendengar nama Gereja Blenduk yg tepat berada di Jl. Letjend. Suprapto no. 32, yang sekarang bernama Gereja Immanuel, Gereja Kristen Protestan. Merupakan salah satu icon Kota Semarang, dan menjadi titik pusatnya Kawasan Kota Lama Semarang. Salah satu peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya bagi kota Semarang. Merupakan gereja tertua di Jawa Tengah bahkan di Pulau Jawa.






Bentuk Gereja Blenduk yang Sekarang ini dengan Kubah diatas bangunan Utama menyerupai bentuk separuh bola yg dibelah (dalam istilah jawa disebut Mblendhuk atau Blenduk) dan dengan dua menara disisi Kanan dan Kirinya. Nama asalnya sebenarnya adalah "Protestantse Koepelkerk". Secara keseluruhan bangunan berbentuk heksagonal (persegi delapan) ini, adalah hasil pengembangan dan renovasi besar-besaran yang dilakukan oleh arsitek W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde pada tahun 1894-1895, dengan menambahkan dua buah menara, dari bangunan aslinya yang dibangun pada tahun 1753. Renovasi ini terkait dengan rencana besar Pemerintah Hindia Belanda untuk mengembangkan kawasan tersebut menjadi Pusat Kegiatan dan Pemerintahan Hindia Belanda dengan membangun Komplek Little Netherland, yang terpisah dengan pusat pemerintahan Penguasa Pribumi yang ada di daerah Kanjengan dan Pasar Johar sekarang ini (berjalannya waktu untuk mengurangi atau mendelegimitasi kesakralan pengaruh Penguasa Pribumi, Pemerintah Hindia Belanda sengaja membangun publik area disekitar Pusat Kekuasaan Penguasa Pribumi dengan salah satunya dibangun Pasar Johar pada tahun 1936, sebagai pasar modern dan termegah se Asia Tenggara pada jamannya, tepat disamping Pusat Pemerintahan Penguasa Pribumi, Kanjengan).

Pembangunan Kawasan little Netherland dilakukan sesuai dengan rencana Pemerintah Hindia Belanda yang membuat blue print untuk menjadikan Semarang Sebagai Kota Pusat Perdagangan Pemerintah Hindia Belanda. Sejak direnovasinya gereja inilah dimulainya pengembangan besar-besaran di kawasan ini, seperti Kantor Asuransi, Kantor Pelayaran dan Angkutan Laut, Gudang Besar, Stasiun Besar Tawang, Laboratorium gula yang termodern pada masa itu (gula adalah komoditi emas pada jaman itu, setelah era keemasan komoditi cassava atau singkong surut, dan pada era tersebut Semarang menghasilkan seorang Taipan atau konglomerat terkaya se Asia Tenggara bernama Oei Tiong Ham, asli Semarang Keturunan Cina, yang sangat jeli melihat peluang bisnis setelah mewarisi bisnis hasil bumi dengan komoditas utama cassava dari orang tuanya, dia ganti dengan gula, pada masa kejayaannya dia menggerakan bisnisnya di dua tempat di Semarang dan di Singapura, bahkan di Singapura sampai sekarang ada Jl. dan Taman yang dinamai dengan namanya, Oei Tiong Ham Road dan Oei Tiong Ham Park).

Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sejarah Gereja Blenduk ini sebenar sudah ada sebelum Belanda menguasai Pulau Jawa atau Semarang. Cikal bakal Gereja Blenduk ini adalah sebuah Gereja Peninggalan kolonial Portugis yang pada waktu itu berkuasa di Indonesia secara keseluruhan dan di Semarang secara khususnya, sebelum dikalahkan oleh Belanda, dulunya adalah sebuah gereja kecil yang terbuat dari kayu dengan model rumah panggung khas jawa berbentuk limasan, baru pada tahun 1753 itulah kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda ditempat itu dibangun Gereja Blenduk dengan bentuk hanya berupa bangunan utama beserta kubahnya. Sampai sekarang tidak diketahui siapa Arsitek yang pertama kali membangun Gereja Blenduk ini. Dan ada satu hal yang menurut saya luar biasa, bahwa setiap renovasi ataupun penambahan bangunan gereja selalu didokumentasi dan dituliskan tahun pelaksanaannya dalam prasasti yang ada didalam gereja, sehingga sejarah bangunannya tercatat.

Banyak orang mungkin juga tidak tahu bahwa toleransi beragama di Semarang sejak jaman dahulu sangat tinggi, dalam sejarahnya Kota Semarang tidak ada konflik secara horizontal yang terjadi karena perbedaan agama, dan dalam sejarahnya Gereja Blenduk ini pernah dijadikan Gereja Bersama Sementara oleh Umat Kristen Katholik dan Kristen Protestan pada awal abad 20, tepatnya sekitar tahun 1909, sebelum Komplek Bangunan Gereja Khatolik Gedangan selesai dibangun, padahal pada masa-masa itu masih sering terjadi konflik, dan friksi dengan perbedaannya masih tinggi antara Kristen Protestan dan Kristen Katholik. Dan dalam Sejarahnya di Semarang Masjid Agung Semarang yang saat itu berada di Kauman tidak pernah diusik oleh Pemerintah Hindia Belanda walau saat itu sedang gencar-gencarnya agenda pendeligitimasian Penguasa Pribumi, bahkan justru kegiatan Masjid Agung Semarang dijaga dan dikembangkan, salah satunya mendukung pelaksanaan budaya Dugderan yang diadakan pada sore sehari sebelum pelaksanaan Puasa Ramadhan dilaksanakan, yang asli dulu selalu dipusatkan di Masjid Besar Kauman saat menyambut Dimulainya Hari Pertama Puasa Ramdhan bagi Umat Islam, dengan mengijinkan dan meminjamkan Meriam yang dibunyikan setelah Bedug yang ada di Masjid Besar Kauman dibunyikan (disinilah asal muasal kata Dugder, Dug dari suara Bedug yang dipukul, setelah itu Der dari suara meriam yang dibunyikan, untuk Sejarah Masjid Kauman akan tertuang dalam tulisannya selanjutnya).

Selain Pembangunan Dua Menara pada Renovasi yg dilakukan tahun 1894-1895 itu juga melakukan penyempurnaan gedung sehingga menghasilkan sebuah karya arsitek yang berimbang dengan komposisi sempurna. Pintu-pintu masuknya bergaya klasik dan kubahnya yang besar terbuat dari tembaga sungguh amat indah mengagumkan. Interiornya juga cantik, dihiasi lampu gantung kristal, bangku-bangku ala Belanda dan kursinya semua masih asli. Lalu ada orgel Barok nan indah (orgel adalah alat musik tiup yang biasa terdapat di dalam gereja-gereja di Eropa pada masa itu, sudah ada didalam gereja sejak tahun 1753), yang sayangnya sejak tahun 1970 sudah tidak bisa dipakai (rusak). Bahkan tak ada ahli yang dapat memperbaikinya. Tangga dari besi cor (lebur) menuju ke orgel Barok itu buatan perusahaan Pletterij, Den Haag. Warisan sejarah tak ternilai harganya ini sungguh sayang kalau tidak terawat dan dilestarikan. Pada tahun 2002, karena terjadi kerusakan struktur pondasi sehingga mengalami kemiringan, oleh Pemerintah dilakukan renovasi yang sempat menimbulkan kekhawatiran justru akan membuat rubuhnya bangunan, namun pada akhirnya berhasil dan pada tahun itu juga dilakukan pengecatan ulang dan membuat taman dan pagar untuk mempercantik rupa dan halaman Gereja Blenduk ini. 




Gereja Blenduk membuka pintu untuk para wisatawan yang ingin berkunjung melihat kemegahan arsitektur peninggalan kolonial ini, termasuk bagi para wisatawan non kristiani. Bila berkeinginan untuk datang ke sana, untuk umat Kristiani bisa langsung masuk saat kebaktian gereja tersebut, untuk Wisatawan dibuka dari jam 06.00-18.00 WIB. Pengunjung dikenakan biaya masuk (sekitar) Rp. 20.000,- sayangnya saat saya mengambil pic ini tidak dapat masuk kedalam karena sedang ditutup sementara untuk perawatan dan pembersihan Gereja akibat sempat terkena banjir sehari sebelumnya.

Semarang, 5 Februari 2014

Image hitam putih bersumber dari : 
COLLECTIE TROPENMUSEUM

Minggu, 26 Januari 2014

GEDUNG JIWASRAYA SEMARANG

SERIAL MENGENAL
(ANDAI BISA JUGA PEDULI)
BANGUNAN BERSEJARAH 
DI SEMARANG



 "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" 
 (Jasmerah)


Suatu ungkapan yang sangat terkenal diucapkan oleh Bung Karno dalam Pidato peringatan HUT RI pada 17 Agustus 1966, sangat relevan dengan kondisi saat ini berhubungan sejarah Kota Semarang khususnya Kota Lama Semarang, yang semakin terpinggirkan jaman. Kawasan Kota Lama Semarang ini merupakan saksi bisu sejarah Indonesia dimasa kolonial Belanda lebih dari 3 abad dan bukti kejayaan & kebesaran Kota Semarang dijaman dahulu, dikenal juga dengan sebutan Little Netherland. Ditempat ini ada sekitar 50 (ada yang bilang sampai 80 an) bangunan kuno yang masih berdiri dengan kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang. Kota Lama Semarang ini adalah daerah yang bersejarah dengan banyaknya bangunan kuno yang dinilai sangat berpotensi untuk dikembangkan dibidang kebudayaan ekonomi serta wilayah konservasi. Mengenai nama Kota Bawah (Benedenstad), kali pertama dicetuskan oleh hoofd-amtenaar (pejabat tinggi) Belanda Sneevliet, dan kemudian berubah istilah menjadi Kota Lama Salah satu bangunan peninggalan sejarah tersebut adalah Gedung Asuransi Jiwasraya yang terletak di Jl. Let. Jend. Suprapto 23 – 25 (dahulu lebih dikenal dengan Heeren-Straat).



Dibangun pada tahun 1920, tepat berada didepan Gereja Blenduk (Nederlandsche Indische Kerk) yang sekarang dinamai Gereja Imanuel, disekitar area tersebut ada Gedung Marba (sebuah kantor Ekspedisi dan Toko yang sangat Modern dijamannya), Gedung Telkom, Kantor Pengadilan untuk Pribumi (yang Sekarang Menjadi Rumah Makan "Ikan Bakar Cianjur"), Kantor Perkebunan Nusantara, Gedung Hiburan dan Pertunjukan Marabunta (sempat dipakai untuk pertunjukkan oleh Matahari, mata-mata yang menggegerkan dunia pada tahun 1930 an, yang lahir di Indonesia), Gedung Societeit De Harmonie tempat orang Belanda berkumpul dan bersosialisasi (yang sekarang menjadi Kantor Bank Mandiri), Stasiun Tawang, Pabrik Rokok Hindia Belanda (Pabrik Rokok Tjap Prahu), Stasiun Kereta SJS (Samarang-Joana Stoomtram Maatschappij) di Jurnatan, yang sayangnya dengan mengabaikan nilai sejarah tempat tersebut pada akhir tahun 70-an dibongkar dan diubah menjadi komplek pertokoan yang modern pada jamannya walau akhirnya berubah menjadi komplek pertokoan yang kumuh, dll. Arsitek pembangunan Gedung Kantor Asuransi Jiwasraya ini adalah HERMAN THOMAS KARSTEN (yang juga menjadi Arsitek Pasar Djohar), Seperti pada bangunan-bangunan rancangannya, gedung ini dirancang sesuai dengan iklim tropis. Bangunan ini terdiri dari 3 lantai.

Pada awalnya gedung ini digunakan oleh Perusahaan Asuransi Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Levensverzekering En Lijfrente Maatschappij). Pada masa setelah kemerdekaan gedung ini sempat digunakan sebagai Gedung Pertemuan Warga Semarang, namun dalam perkembangan selanjutnya fungsi gedung dikembalikan lagi sebagai Kantor Asuransi, yaitu menjadi Kantor Asuransi Jiwasraya dan sebagian ruang juga disewakan untuk bangunan perkantoran. Kondisi gedung saat ini masih terawat dengan baik. Gedung ini merupakan gedung yang pertama kali menggunakan teknologi Lift di Semarang atau Jawa Tengah dan DIY, bahkan mungkin di Indonesia.


 Notes :
Sedih kalau melihat perkembangan kota Semarang saat ini, sebagai kota tempat kelahiran, yang semakin hari penataan kotanya terkesan semakin amburadul, sering dirundung banjir dan rob air laut, padahal kalau dilihat dari Blue Print peninggalan Kolonial Belanda, sudah sejak jaman dahulu Semarang dipersiapkan menjadi Kota Besar (Metropolitan).Kawasan Kota Lama dipersiapkan sebagai Kawasan Perkantoran Pemerintahan Hindia Belanda dan Kegiatan Sosial Warga Kota, ada Gereja, Masjid (Masjid yang terkenal di Semarang sebelum Masjid Agung Kauman dibangun adalah "Masjid Menara Kampung Melayu" yang ada di Jalan Layur), Bioskop & Gedung Kesenian, Taman Hiburan, serta Stasiun Kereta Disebelah barat Kawasan kota Lama dijadikan Kawasan Ekonomi dan Bisnis, ada sungai yang Jembatan yang sangat terkenal dengan sebutan "Jembatan Mberok" (berasal dari kata bahasa Belanda "Burg = Jembatan, namun karena lidah orang Jawa yang susah untuk mengucapkan burg sehingga berubah menjadi "Mberok").

Sungai yang pada masa itu menjadi pusat moda transportasi air, dimana disepanjang pinggiran sungai Mberok dulu berdiri pergudangan besar sebagai tempat penyimpanan barang dagangan yang akan yang masuk atau akan keluar Semarang dari Pelabuhan ataupun dari Stasiun Tawang, dari atau ke Kota-Kota besar lainnya pada jaman itu.

Sehingga Titik Nol Semarang ditetapkan didaerah ini, tepatnya didepan Gedung Keuangan (Gedung Papak), selanjutnya ada Kantor Pos, Telpon dan Telegrap urat nadi komunikasi dijaman itu. (yang kemudian dipecah hanya menjadi Kantor Pos, sedang Kantor Telkom dan Telegrap dibangun disamping Gedung Pengadilan Pribumi), Pasar Johar yang merupakan pasar yang megah dan modern di Pulau Jawa pada jamannya, Bank (Gedung Bank Indonesia Lama, didepan Kantor Pos) dan komplek Pertokoan. Kemudian ke arah baratnya lagi ditata sebagai Lokasi Tempat tinggal dan Pusat Pendidikan sepanjang Jl. Bodjong (sekarang Jl. Pemuda), dulu banyak menjadi tempat tinggal Pejabat Hindia Belanda dan orang kaya, ada Hotel du Pavillon (yang kemudian menjadi Hotel Dibya Puri, yang kondisinya sekarang ini tidak terurus dan hampir rubuh), hotel ini dulu merupakan rumah pribadi milik orang belanda dengan halaman luas.

Dijalan ini ada sekolah HBS (Hoogere BurgerSchool, sekolah untuk anak-anak Pejabat Hindia Belanda, baik yang keturunan asli Belanda, campuran ataupun anak orang kaya dan Keturunan Raja seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX pernah bersekolah di situ, yang sekarang menjadi Gedung Sekolah SMA 3 Semarang).

Sesuai perkembangan kota Semarang yang menjadi kota besar dan pusat moda transportasi Kereta Api, pada tahun 1904 dibangun Kantor pusat perusahaan kereta api (trem) Hindia Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung tiga lantai bergaya art deco ini karya arsitek Belanda ternama, Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag, yang sekarang terkenal dengan nama "Lawang Sewu".

Kearah Selatan atau naik ke Semarang atas, difungsikan untuk area Rumah Sakit ada Rumah Sakit Elizabeth, RS. William Booth, dan RS. Kariadi (dulu dikenal dengan nama CBZ = Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting) dan juga untuk tempat peristirahatan dan tempat hunian terlihat ada komplek Perumahan Elit didaerah Candi, yang sampai sekarang masih ada peninggalan Bangunan model Hindia Belanda, didaerah ini juga terdapat Tempat Pemakaman Warga Belanda.

Namun membandingkan dengan realita Semarang saat ini, sangat berbeda dengan Perencanaan dan Penataan Kota Semarang yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda, yang seharusnya bisa menjadi sebuah kota Besar yang tertata Rapi, bukan kota yang mulai terkesan ruwet dan semakin ketinggalan dengan kota-kota besar lainnya. (Tempat-tempat lainnya yang disebut sekilas diatas semoga akan diulas lebih dalam ditulisan selanjutnya).

 Semarang 01 Januari 2014
Tulisan tentang tempat-tempat bersejarah di Semarang.

Sabtu, 04 Januari 2014

KEINDAHAN TERSEMBUNYI DI PANTAI POK TuNGGAL

Blessing in disguise, 
"Pantai Pok Tunggal" Tepus Jogja


Setelah berhujan-hujan ria dan basah-basahan di Gua Jomblang, akhirnya punya ide untuk mandi di Pantai yg banyak terhampar disepanjang selatan Jogja, Dengan ditemani oleh Mas Pinam, tukang ojeg yg mangkal didekat hotel setelah kemaren memutuskan utk tidak menggunakan mobil dg pertimbangan jalur ke Gua Jomblang kalo hujan sering merepotkan kalau menggunakan mobil karena akses jalannya adl jalan perkampungan yg becak dan licin···




Dari Gua Jomblang dg berbasah-basah ria kami menuju ke arah selatan, hampir satu jam perjalanan akhirnya kami sampai dipantai, yg lebih menyebalkan ternyata didaerah pantai tidak hujan malah boleh dikata sangat panas. banyak pilihan pantai yg mas Pinam tawarkan, seperti Pantai Baron, Kukup, Sepanjang, Wedi Ombo dan Siung dan Indrayanti namun begitu satu-satu disambangi ada rasa yg nggak kena dan terlalu ramai pengunjungnya yg nggak ada bedanya dg pengunjung mall apalagi Pantai Indrayanti sudah kayak pasar bejubel pengunjungnya···


Iseng-iseng akhirnya belok arah nyatroni pantai Slili yg mulai dikenal dan memang Indah Pantainya, begitu sampai disana, merasa masih ada yg kurang, dan terlihat pengunjung sudah mulai banyak, akhirnya nggak jadi mampir ke Pantai Slili···


Setelah hampir satu jam lebih mondar-mandir disekitar situ nggak terasa perut berasa keroncongan akhir saya dan Mas Pinam memutuskan utk makan diwarung yg banyak bertebaran di sekitar Pantai Indrayanti, sambil iseng-iseng nanya ke seorang bapak yg berdiri didepan warung, sepertinya tukang pakir, "Pak disekitar sini ada Pantai yg bagus dan sepi pengunjung nggak?" sambil nyodori rokok dan ngerokok bareng dg si bapak tadi, si bapak ditanya hanya diam seperti sedang berpikir, akhirnya beliau bilang ada Mas, nggak jauh dari Indrayanti, disebelah timur Pantai Indriyanti sekitar 3 km, namanya "Pantai Pok Tunggal", baru dibuka satu tahun yg lalu, tapi akses jalannya agak masuk ke dalam sekitar 2 Km dr jalan raya itupun masih jalan tanah, pantainya bagus mas, diapit dua bukit dan menjorok kedalam (berarti seperti teluk, sdh kebayang bagaimana indahnya).


Akhirnya ketemu juga pintu masuk ke Pantai Pok Tunggal, yg masih sangat sederhana, dan pengelolaannya hanya dilakukan warga desa didaerah tersebut, ditarik sumbangan sukarela. Begitu masuk kedalam bener seperti yg bapak tadi bilang. Jalannya masih jalan tanah ada yg sebagian disemen seukuran roda mobil kansn kiri, itupun tidak semua jalur, setengah kilo dijalan masuk dan setengah kilo sebelum lokasi. Becek karena bekas hujan···


Begitu sampai diparkiran yg dikelola oleh Penduduk, hanya dapat bengong melihatnya, berasa banget, melihat hamparan pasir putih yg masih blm kotor oleh sampah, didepan pantai ada perairan yg dangkal yg bisa dibuat berenang khusus anak-anak. Lrbih bagusnya lagi pantainya pasir putih tapi diluarnya banyak batu (bukan karang) terhampar sampai ke tengah, lbh hebatnya batu tersebut seperti peredam ombak yg masuk kepantai, sehingga ombak yg tadinya gede ditengah sampai dipantai sudah lebih lemah, sangat aman buat anak-anak untuk bermain air disitu···


Dikanan kiri ada bukit, dimana ada beberapa gasebo yg disewakan utk mengambil gambar sunset yg dikelola oleh penduduk desa, hanya bayar jasa Rp. 20.000,- utk bisa take pic di gasebo. Akhirnya nggak sabar pengen nyebur ke laut, nyewa tenda payung plus matras utk menaruh tas dan barang bawaan (Rp. 20.000, dipakai sepuasnya)··· begitu bening airnya, airnya begitu tenang, lebih menakjubkan lagi banyak batu raksasa berserakan di sebelah kanan pantai··· bakal jadi spot yg indah untuk take pic saat sunset··· dan memang sangat luar biasa view nya saat sun set jadi sering bengong terperangah disela-sela kegiatan take pic··· speechless mengagumi keindahan sunset nya sambil nongkrong diatas batu yg gede dipinggir pantai, bener-bener kebawa suasana yg sangat indah dan luar biasa, sampai nggak mau pergi sebelum bener lihat mataharinya menghilang di horizon, nggak terasa sampai jam 7 malam baru keluar dari pantai···



Jogja 11.30, 
3 Januari 2014


Notes : ada 1 lagi pantai yg perlu dieksplor, namanya pantai Siung, kata mas Pinam pantainya terdapat banyak tebing, dan sering digunakan utk latihan dan lomba panjat tebing, tapi belum sempat konfirm dan googling apakah info nya bener (Insya Allah next trip kesono)